3/25/2008

Apa itu Neoliberalisme ?

Sejarah singkat Neoliberalisme ialah sebuah varian terbaru dari liberalisme perdagangan klasik yang muncul abad ke-18. Liberalisme perdagangan klasik dipelopori oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nation. Liberalisme perdagangan pada saat itu memicu terjadinya kolonialisme yang menimpa bangsa-bangsa di luar Eropa. Inggris dan negara imperialis Eropa lainnya menjadikan liberalisme perdagangan ini sebagai pembenaran mereka untuk berekspansi dan melakukan penjajahan. Liberalisme perdagangan klasik secara formal berakhir tahun 1930-an ketika terjadinya depresi besar yang ditandai terpuruknya perekonomian dunia.

Terjadinya depresi ekonomi hebat memunculkan fakta bahwa sistem perekonomian didasarkan kebebasan ekonomi ini tengah kolaps dan mengancam negara-negara kapitalis imperialis ke jurang kebangkrutan. Kebebasan perdagangan yang menjadi inti sistem perekonomian dunia pada saat itu dianggap gagal. Depresi ini bisa tertanggulangi setelah John Maynard Keynes memunculkan ide barunya untuk menanggulangi krisis dengan menuntut kembali peran pemerintah dari setiap negara pada jalannya perekonomian. Dari Keynes pula ide penataan ekonomi dunia pasca PD II digulirkan. Keynes mengajukan gagasan agar dilakukan perbaikan sistem ekonomi melalui tindakan kolektif berskala global.

Kelanjutan gagasan ini diterjemahkan dengan lahirnya kebijakan ekonomi untuk membangun kapitalisme global, ditandai pula dengan berdirinya IMF dan Bank Dunia tahun 1945. Dari dua lembaga keuangan internasional inilah konsep ekonomi Neoliberalisme dirumuskan, tatanan dunia baru diwujudkan. Inti neoliberalisme Liberalisme pada intinya memperjuangkan leissez faire (persaingan bebas) yang menuhankan hak-hak atas kepemilikan dan kebebasan inividual. Para penganut liberalisme ekonomi percaya bahwa perkembangan ekonomi akan berjalan dengan lancar dan memberikan kemakmuran pada masyarakat jika mekanisme ekonomi dibebaskan dari segala halang rintangan. Oleh karena tidak adanya halangan dalam perdagangan maka yang berlaku hanyalah hukum pasar. Harapan akan kemakmuran itu akan terwujud ketika keadaan pasar yang kompetitif ikut meneteskan kemakmuran ke bawah (trickle down effect).

Keadaan pasar yang kompetitif akan semakin efektif dan efisien guna pertumbuhan ekonomi dengan membuka pasar seluas-luasnya tanpa adanya regulasi atau batasan yang dianggap akan menghambat alur perdagangan internasional. Sebagai kelanjutan dari liberalisme klasik, Neoliberalisme tetap berintikan kebebasan perdagangan di segala sektor. Liberalisasi perdagangan, good governance, pembangunan, privatisasi dan deregulasi menjadi agenda paling penting yang didengungkan pada setiap negara sebagai syarat menciptakan kondisi perekonomian yang kompetitif. Berlakunya sistem ekonomi ini pun tidak mengenal batas negara, ekonomi yang berskala global dengan mengintegrasikan perekonomian ke dalam satu sistem perekonomian dunia yang berada di bawah rezim pasar bebas. Neoliberalisme hendak membebaskan pasar agar bekerja tanpa tekanan. Melepaskan tekanan yang menggangu mekanisme pasar ialah dengan membebaskan sektor swasta dari intervensi negara.

Penerapannya adalah dengan pemberian ruang bebas dan keterbukaan pada perdagangan dalam ruang lingkup global, tanpa harus ada satu pun intervensi pemerintah di suatu negara. Batasan dari perdagangan global ini hanyalah luas bumi, karena dalam neoliberalisme tidak ada batas negara ataupun sumber daya yang tidak bisa diperjualbelikan. Dalam pola persaingan bebas setiap pihak yang bergelut di dalamnya berada pada posisi yang sama di hadapan pasar. Persaingan bebas setara ini kemudian diaplikasikan dalam kebijakan di suatu negara dengan menghapuskan subsidi pada segala sektor ekonomi, termasuk yang dimiliki oleh negara.

Selain itu diharuskan untuk menghapuskan segala bentuk regulasi berbentuk proteksi, sehingga tidak ada satu pun pihak dalam persaingan itu yang mendapat perlindungan. Sektor ekonomi yang dikuasai oleh negara di hadapan rezim pasar bebas haruslah “dibebaskan”, jelasnya harus diprivatisasi. Alasannya tidak lain untuk efisiensi persaingan bebas.

Dampak Neoliberalisme ?

Aspek Ekonomi Ekonomi Neoliberal pada kenyataannya tidaklah mewujudkan peningkatan kesejahteraan yang benar-benar merata. Pihak yang memiliki modal besar semakin kaya dan berkuasa, namun di sisi lain terjadi pemiskinan masal yang menimpa rakyat seperti buruh, petani, bahkan dialami juga usaha kecil. Diberlakukannya liberalisme ekonomi di segala sektor berakibat pada berubahnya fungsi sosial menjadi orientasi pasar (baca:komersil). Seperti yang nampak pada perubahan status BUMN di Indonesia. Bahkan tidak hanya dialami BUMN yang bergerak di sektor usaha, akan tetapi sektor lainnya yang merupakan bentuk tanggung jawab negara terhadap rakyat, misalnya sektor pendidikan dan kesehatan.

Neoliberalisme tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum. Tidak ada wilayah kehidupan yang tidak bisa dijadikan komoditi barang jualan karena logika pasarlah yang berjaya di atas kehidupan publik. Ini yang menjadi pondasi dasar neoliberalisme, menundukan kehidupan publik ke dalam logika pasar. Dampak kebijakan berorientasi pasar bisa terlihat dengan terjadinya deregulasi pada perundang-undangan. Setiap peraturan yang dianggap menghambat perkembangan ekonomi pasar akan dihapuskan. Seperti yang terjadi pada undang-undang perlindungan tenaga kerja yang terus dikikis habis guna menghancurkan pelindung tenaga kerja di hadapan para pemilik modal.

Tenaga kerja tidak mempunyai lagi payung hukum guna menuntut kesejahteraan lebih. Dengan alasan meningkatkan efisiensi korporasi, peraturan harus memihak pemilik modal. Sedangkan di bidang pertanian yang merupakan sektor vital bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, neoliberalisme semakin mengganas. Banyaknya pengambilalihan kepemilikan tanah dari para petani oleh pemilik modal besar adalah salah satunya. Fungsi tanah sebagai lahan pertanian rakyat dibangun menjadi pabrik atau diubah menjadi lahan pertanian yang hanya menguntungkan pemilik tanah. Akibatnya petani dipaksa untuk kehilangan sumber pencahariannya. Semakin berkurang kemampuan petani untuk mengolah lahannya diiringi dengan masuknya komoditas pangan dari negara lain.

Dengan harga yang lebih murah karena tidak adanya bea masuk dan regulasi menjadikan komoditas pangan luar menang bersaing dibandingkan komoditas pangan dari petani lokal yang harganya lebih tinggi, akibat kenaikan biaya produksi semisal pupuk yang subsidinya dicabut. Sebagai negara yang tengah dirongrong neoliberalisme, Indonesia secara lengkap menyediakan banyak fakta dari keburukan neoliberalisme yang didukung oleh pemerintah.

Naiknya angka kemiskinan, harga-harga yang membumbung tinggi, komersialisasi pendidikan, dan pengerusakan lingkungan hanyalah contoh kecil dari dampak neoliberalisme, dan apakah hal itu masih menyediakan keraguan bahwa neoliberalisme tengah menyeret kita ke jurang kesengsaraan ? Aspek Budaya Setiap aksi manusia menjadi berarti di hadapan neoliberalisme ketika mereka menjadi homo oeconomicus.

Eksistensi hidup setiap manusia hanya dinilai dari kemampuannya dalam bertransaksi ekonomi, lebih sempit lagi dilihat dari kemampuannya melakukan kegiatan produksi dan konsumsi. Sehingga yang menjadi satu-satunya dasar manusia untuk bertindak, melakukan hubungan sosial, ataupun politis ialah dari kemampuannya melakukan transaksi ekonomi. Kapitalisme yang melandasi struktur kebudayaan manusia bertujuan untuk mengkomodifikasikan relasi manusia dan mempereratnya dalam ketergantungan pada komoditas pasar. Didasarkan pada model teoretis ekonomi, kapitalisme bertransformasi menjadi sebuah fenomena budaya.

Budaya dari kapitalisme ialah budaya merek, pencitraan produk dan manipulasi tingkat kesadaran manusia yang dikendalikan oleh kebutuhan pasar.

Manusia diseragamkan dalam pemikiran, mengisi pikiran manusia dengan menjejalinya pertanyaan; apa lagi yang kita beli hari ini ? Ketika neoliberalisme menguasai struktur kehidupan maka setiap manusia baik sadar maupun tidak akan didorong untuk bekerja, bekerja dan terus bekerja agar ia menghasilkan uang untuk selanjutnya melakukan aktivitas konsumsi.

Di saat seseorang mendapatkan uang dari keringatnya untuk bekerja, maka dengan ilusi dan imaji dari berbagai macam komoditas akan ditawarkan ke hadapannya seakan-akan keputusan membeli seperti memilih hidup dan mati. Selain itu yang terjadi di daerah pedalaman ialah hancurnya kearifan lokal dan budaya tradisional akibat gencarnya budaya kapitalisme yang masuk dengan iming-iming modernisasi dan pembangunan.

Masyarakat tradisional di pedalaman terganggu pola hidupnya karena lingkungannya semakin terdesak dan memaksa mereka beradaptasi keras untuk menjadi orang modern. Atau seperti yang dialami oleh masyarakat tradisional di banyak tempat di Indonesia yang harus terusik kehidupannya karena eksplorasi hutan dan pertambangan di tempat mereka tinggal. Di hadapan kepentingan pasar tidak ada istilah hukum adat. Tidak ada kesakralan hutan, sungai, atau pun danau, yang ada hanyalah alam sebagai penghasil pundi-pundi uang.

“When all forms of communication become commodities, then culture, the stuff of communications, inevitably becomes a commodity as well. And that is what happening. Culture-the shared experiences that give meaning to human life- is being pulled inexorably into the media marketplace, where it is being revamped along commercial lines.” —Jeremy Rifkin

Aspek Politik Dalam pemikiran neoliberalisme, politik adalah keputusan-keputusan yang menawarkan nilai-nilai, sedangkan secara bersamaan neoliberalisme menganggap hanya satu cara rasional untuk mengukur nilai, yaitu pasar. Semua pemikiran di luar kepentingan pasar dianggap salah. Kapitalis neoliberal menganggap wilayah politik adalah tempat pasar berkuasa, ditambah dengan konsep globalisasi dan perdagangan bebas sebagai cara untuk memperluas pasar.

Pengelolaan negara yang dinamakan good governance, yakni pemerintah dilarang untuk ikut campur urusan ekonomi dan harus menyerahkannya pada mekanisme hukum pasar. Posisi pemerintah dalam neoliberalisme hanyalah sebagai wasit yang mengawasi jalannya persaingan dagang dan menegakkan pasar bebas.

Tugas pemerintah hanya menciptakan lingkungan di mana modal dapat bergerak bebas dengan baik. Dalam titik ini pemerintah menjalankan kebijakan memotong pengeluaran, memotong biaya-biaya publik seperti subsidi, sehingga pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat harus dikurangi. Seperti yang terjadi sekarang, harga-harga mengalami kenaikkan tanpa diiringi kenaikkan taraf kesejahteraan. Di saat krisis akibat neoliberalisme, rakyat kecil tidak mempunyai tempat berlindung dari keganasan pasar.

Dalam neoliberalisme negara tidak lebih seperti boneka pengawas yang diatur oleh institusi-institusi keuangan internasional semacam IMF dan Bank Dunia. Ketika terjadi kekacauan yang menimpa suatu perusahaan multinasional, maka IMF dan Bank Dunia segera menjewer pemerintah di negara tersebut. Kelanjutannya pemerintah akan melakukan “pembersihan” agar situasi kembali kondusif. Contohnya seperti yang terjadi di Papua ketika kaum adat yang marah karena tanahnya tercemar limbah Freeport melakukan aksi spontan untuk menghalangi aktivitas pertambangan.

Apa yang terjadi kemudian, Pemerintah Indonesia melalui tangan militer melakukan tindakan represif terhadap kaum adat tersebut.

Ironis !!

No comments: