1/31/2010

Penyair dan Kata


Pada sebuah cahaya tak menyala
Aku menaruh harap pada sumbu yang menunggu terbakar

Diantara semantik konsonan yang menunggu amunisi
Tuk tersusun menjadi frase yang berteriak
Dan beraksi melancarkan barisan kata
Semiotika cerita dunia bersama retorika yang membuncah di kepala
Beserta prosa berkalang ide dan imaji yang menolak terhempas

Disanalah aku berdiri dan membakar batas!

: Malang, 30 Mei 09

Melawan Masyarakat Massa


Anarki adalah suatu keadaan dari eksistensi yang bebas dari otoritas yang koersif. Dalam keadaan ini, setiap orang bebas untuk membentuk hidupnya sendiri seperti apa yang dipilihnya, dari semua kebutuhannya, nilai-nilai dan keinginan-keinginannya.

Suatu dunia yang tidak otoriter karenanya memerlukan kebebasan untuk berasosiasi, bukan monarki (kerajaan), oligarki atau demokrasi. Banyak yang menyebut diri mereka ”anarkis”, mengaku untuk tidak menyangkal pentingnya sebuah asosiasi bebas, mengejar suatu masyarakat yang lebih demokratis dimana kesatuan korporasi dan negara akan digantikan dengan komunitas yang akan mengendalikan daerah, pekerja yang mengendalikan federasi industri, dan sebagainya. Mereka yang menginginkan hidup bebas mempunyai alasan untuk merasakan ancaman dari organisasi yang berskala besar, karena mereka bersifat imperialis dan hirarkis, sekalipun itu dimaksudkan atau digambarkan sebagai sesuatu yang ”demokratis” (seolah-olah subordinasi setiap individu kepada mayoritas merupakan suatu keharusan yang utama).

Manusia, secara alami mampu untuk bersosialisasi, beberapa ingin hidup menyendiri seperti pertapa (meskipun kebebasan untuk hidup seperti itu seharusnya tidak ditolak). Namun manusia juga selektif dalam bersosialisasi, mereka tidak bergaul akrab dengan setiap orang, dan ini merupakan penindasan untuk mengharapkan mereka seperti itu. Secara alami, manusia membentuk relasi dengan orang lain yang mereka kenal adalah untuk persahabatan dan dukungan timbal-balik. Serupa dengan kasus yang terjadi dalam sepanjang sejarah manusia. Hanya dalam sejarah baru-baru ini, orang-orang bergabung dengan organisasi massa yang terdiri dari para anggota yang tidak perlu untuk mengenal atau menyukai satu sama lain. Organisasi seperti itu tidak terbentuk karena keperluan mereka demi kelangsungan hidup.

Lebih dari 99% sejarah manusia, orang-orang menikmati asosiasi-asosiasi yang saling bertatap muka yang dimana pengaturan keluarga diperluas, dan beberapa kultur melanjutkan untuk melakukannya. Mereka yang tidak mampu berhubungan baik dengan kelompok atau sukunya bebas untuk mencari teman di tempat manapun atau bahkan hidup sendirian. Gaya dari asosiasi seperti ini bekerja dengan sangat baik – para anggota masyarakat umumnya menghabiskan waktu 2-4 jam sehari terlibat dalam aktivitas penghidupan. Meski mereka adakalanya kelaparan, pada umumnya di rumah mereka makan berlimpah, dan menikmati waktu luang jauh lebih luas daripada mereka yang hidup dengan masyarakat massa. Kultur pribumi yang masih tetap utuh hingga hari ini menyukai cara hidup tradisional mereka, dan sekarang ini banyak dari mereka yang secara mengesankan melakukan perlawanan politis terhadap korporasi dan pemerintah yang memaksa mereka menuju masyarakat massa agar nantinya lahan dan tenaga kerja mereka dapat diekploitasi. Orang-orang jarang masuk ke dalam suatu organisasi massa tanpa dipaksa, seraya mereka merampok otonomi dan independensi orang-orang.

Kemajuan peradaban didasarkan atas produksi massal yang diwajibkan. Ketika masyarakat-masyarakat tertentu mulai menghargai produktivitas agrikultur di atas semuanya, mereka secara paksa memperlakukan semua bentuk kehidupan dalam jangkauan mereka hanya demi tujuan mereka. Komunitas masyarakat yang ingin berburu, memancing, pergi mencari makanan, berkebun, atau bergembala di lahan untuk penghidupan akan dibantai dan diperbudak tanpa ampun, dan ekosistem-ekosistem yang mereka tinggali akan dikonversi menjadi tanah pertanian untuk memberi makan orang kota. Hanya mereka yang sibuk secara penuh dalam pemberian kemudahan untuk produksi panen dan binatang yang diizinkan beraktivitas di desa terdekat. Dan mereka yang berada di kota adalah para narapidana, para pedagang atau pejabat-pejabat publik yang bertugas dalam administrasi dan pengawasan sosial. Organisasi masyarakat pun menjadi lebih kompleks dan secara teknologi lebih berkembang.

Bagaimanapun, kehidupan non-manusia masih dikorbankan dan perlahan semakin dieliminasi demi kelangsungan tujuan manusia (dan pada suatu tingkat yang lebih cepat dari yang pernah ada), dan manusia masih dipaksa untuk hidup sebagai pelayan dalam kultur dan institusi dominan mereka sebagai suatu prasyarat demi eksistensi yang berkelanjutan. Bertahan hidup melalui alat langsung adalah dilarang – untuk menduduki lahan, orang harus membayar sewa atau hipotek secara berkelanjutan, dimana memerlukan kesetiaan dari tiap orang kepada satu posisi pendapatan didalam masyarakat, meninggalkan waktu yang tidak cukup menunda karena berburu atau berkebun (sangat sedikit kesenangan untuk mengiringinya). Pendidikan publik memastikan bahwa sedikit orang akan pernah belajar bagaimana caranya bertahan hidup untuk bebas dari ekonomi.

Kapitalisme adalah manifestasi atau penjelmaan dari arus peradaban yang dominan. Ekonomi di bawah kapitalisme sebagian besar diatur oleh negara—organisasi resmi yaitu korporasi. Korporasi ada untuk memenuhi tujuan perolehan keuntungan bagi para pemegang saham—mereka yang dipekerjakan oleh korporasi secara hukum diperlukan untuk mengejar keuntungan di atas semua aspek-aspek yang perlu diperhatikan (seperti ketahanan ekologis, keselamatan pekerja, kesehatan masyarakat, dsb), dan dapat dipecat, dituntut atau digugat jika mereka melakukan yang sebaliknya.

Banyak orang menghabiskan hari mereka secara sadar untuk terlibat dalam aktivitas yang tidak berarti, monoton, dan kadangkala berbahaya secara fisik dan mental hanya untuk membayar tagihan mereka, dikarenakan keperluan keuangan yang mutlak atau dikarenakan kurangnya kesadaran bahwa masih ada jalan yang lain daripada itu. Dikarenakan ketumpulan, alienasi, ketertundukan dan begitu banyak pengalaman dalam sepanjang kehidupan harian mereka, kultur kita memperlihatkan tingkat depresi yang tinggi, gangguan mental, bunuh diri, kecanduan obat, disfungsional dan relasi yang kejam, beserta cara-cara keberadaan yang seolah-olah ia mengalami sendiri sebuah aktivitas yang sebenarnya dia hanya bisa ”menonton” bukan ”melakukan” (seperti televisi, film, pornografi, video games, dsb).

Peradaban merupakan cikal bakal dari otortiarianisme yang sistemik, perbudakan dan isolasi sosial, bukan kapitalisme yang ada didalam (dirinya). Dalam konteks perspektif ini, berbagai kaum sosialis, komunis, dan bermacam anarko-kiri (seperti sindikalis, ekologi sosial, dsb) yang menyarankan untuk menghapuskan kapitalisme tanpa menyerang peradaban secara keseluruhan maka mereka hanyalah merupakan kaum reformis. Kompleksitas masyarakat adalah peradaban yang mungkin sekali diciptakan oleh institusi yang memaksa. Kelompok politis yang disebutkan diatas tidak berharap untuk mengakhiri pemaksaan, tetapi untuk mendemokrasikannya, untuk memperluas partisipasi populer dalam implementasinya.

Disamping dari betapa menjijikkannya memberi harapan kepada orang-orang untuk membantu didalam aksi yang opresif, yang harus dicatat adalah bahwa demokrasi langsung merupakan suatu khayalan dalam konteks masyarakat massa. Dalam satu asosiasi bahwa memperluas skala relasi tatap muka antar partisipannya adalah mungkin, pendelegasian tanggung-jawab kepada wakil-wakil dan spesialis-spesialis menjadi perlu jika tujuan asosiasi itu adalah untuk dilaksanakan. Meskipun jika konsensus atau suara mayoritas akan menentukan siapa yang dipilih untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan atau tanggung jawab administratif, tapi yang terpilih tidak pernah sama sekali memiliki kendali atas yang memilih ketika bertindak untuk memenuhi tugas-tugas mereka.

Suatu perintah yang tegas dalam keputusan atau perilaku delegasi-delegasi atau spesialis-spesialis menerima pengawasan yang terus menerus dari kelompok, yang mana akan mengalahkan tujuan dari suatu pembagian kerja. Tambahan pula, delegasi yang telah dipilih menerima banyak waktu dan sumber daya untuk mempersiapkan dan menyajikan pandangan-pandangan dan argumentasi-argumentasi dibandingkan orang banyak. Demokrasi memerlukan perwakilan, tidak secara langsung, ketika berlangsung pada skala besar—dan demokrasi representatif adalah gaya dari politik kekuasaan yang berlangsung sekarang ini. Penghapusan hirarki menuntut penurunan pangkat yang permanen bagi para penguasa dan para bos, yang dipilih atau cara lainnya, dan karenanya juga menuntut apa yang ditolak oleh masyarakat massa.

Karena organisasi massa menghargai produksi lebih dari personalitas atau otonomi komunitas, maka mereka perlu bersifat imperialistik dalam gerak ruang lingkup mereka, dengan menghancurkan atau memperbudak semua kehidupan agar tetap berada di dalam jalur mereka. Namun, produksi bukanlah satu nilai opsional atau yang secara kebetulan bahwa masyarakat massa mampu untuk tidak memerlukannya lagi selagi melanjutkan keberadaan mereka. Jika kota-kota tidak mencukupi diri sendiri di dalam produksi makanannya, mereka akan mengambil satu lingkup area yang akan dijadikan untuk penggunaan agrikultur, dan menyumbangkan ketidakramahan kepada ekosistem-ekosistem non-manusia dan komunitas-komunitas otonom yang mencukupi diri mereka sendiri. Area ini akan diperluas dalam relasinya untuk meningkatkan populasi atau spesialisasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh kota. Orang mungkin bisa membantah bahwa produksi industri bisa dipelihara, dengan menurunkan skalanya secara serempak dan simultan, sehingga akan meninggalkan beberapa ruang bagi ekosistem dan orang-orang non-industri untuk hidup pada waktu yang sama.

Pertama-tama, proposal ini mengundang pertanyaan tentang mengapa peradaban industri harus diprioritaskan diatas wujud-wujud kehidupan yang lainnya. Ini juga diragukan, bahkan apakah itu mungkin bagi masyarakat untuk menyerang ”keseimbangan” antara kekayaan teknologi tinggi dan ketahanan ekologis tanpa pembagian-pembagian keuntungan antara bagian-bagian yang besar dari populasi bekerja atau memanfaatkan satu skema rancangan otoritas sosial yang rumit.

Kompleksitas struktur dan hirarki peradaban harus ditolak, beserta dengan imperialisme politik dan ekologinya dimana penyebarannya ke seluruh seberang dunia. Tidaklah mungkin bagi semua 6 milyar penduduk bumi untuk bertahan hidup sebagai hunter-gatherer, tetapi ini mungkin bagi mereka yang tidak dapat menumbuhkan makanan mereka sendiri secara signifikan di dalam ruang-ruang yang lebih kecil (dibandingkan dengan ukuran dari ladang-ladang yang hari ini telah diracuni dan dihabiskan untuk proses agrobisnis), seperti yang telah ditunjukkan oleh perkebunan organik dan teknik-teknik hortikultura pribumi.

Di dalam satu ekonomi yang didasarkan pada pembagian kerja, aparatus-aparatus manajerial dan institusi-institusi pengendalian sosial diwajibkan untuk mengurus proses produksi dan pertukaran komoditi, tetapi bukankah juga perlu bagi individu dan komunitas-komunitas kecil untuk memiliki kontrol terhadap mata pencaharian dan hidup mereka sendiri.

Peranan dari hirarki dan cara hidup yang teratur hanya akan melenyap ketika orang-orang sekali lagi mulai menjaga kebutuhan-kebutuhan mereka secara langsung melalui hubungan-hubungan baiknya dengan tanah mereka. Pemandangan yang hidup hanya akan dipelihara dan dikembalikan lagi ke dalam keadaan yang alami ketika perkakas-perkakas produksi massal tidak bisa lagi untuk dioperasikan. Anarki dan otonomi hanya akan tumbuh dengan subur ketika orang-orang mempelajari sekali lagi bagaimana caranya untuk hidup secara independen, bebas dari kanker peradaban dan pada akhirnya mulai sadar untuk menghancurkannya.

Manuskrip Bahagia


I

Dimana langit sesak dengan irama musik
Tanpa dawai dan jemari yang memetik
Kedamaian dan perih rasa sakit
Mendapati eksistensinya di tiap jiwajiwa yang menyala

Suka duka berbaur bersama
Sirna bersama gelora gerimis menebar dingin
Dan ruangruang hampa
Kembali terisi oleh isak tangis rengekan gelak tawa

Saat aroma matahari tertiup bersama angin
Mengebiri jantungjantung keserakahan
Dan memenjarakan penkhianatan riwayat peradaban
Yang akan menjelma menjadi histori harmoni

II

Mendung penyesalan
Mendapati dirinya sendiri teronggok busuk di liang penghakiman
Dan menuai badai kehancuran

Ketika lentera dimensi hati
Menemukan makna renungan disela persetubuhan
Yang merayap dan membasahi getar nyali
Dengan manimani gairah imajinasi

Dan disanalah putus asa hanya akan berbaris serupa nisan usang
Mati tercampakkan
Karena tiap raga yang bernyawa
Tak lagi perlu diziarahi tamutamu yang bernama kekalahan

III

Siang dan malam serasa satu
Dan tiap pintupintu rela terbuka untuk pengelana yang tersesat
Membuang dan mengubur sunyi sendiri
Masingmasing menepi ke dalam tidur berselimut birahi

Tak ada lagi berisik ratapan
Yang menggoda amarah atau ciprat genangan darah
Di setiap pinggiran jalan
Atau di tikungan kelam pojokan perempatan
Yang menggantung harapan
Dan menghanguskannya dengan letup kebencian

IV

Congkak air mata akan menghapus kesedihannya sendiri
Menelan hembusan napas riang
Dan tak lagi mengisyaratkan perih yang meradang

Dimana kita tak perlu lagi berilusi
Karena imaji telah menemukan iluminasinya sendiri

Tak ada lagi yang serasa pasrah serasa mati
Semua hidup, semua bermimpi!

: Malang, 8 Juni 09