6/16/2008

Tatto : Dikecam Tapi Digemari

“Woi, liat deh! Ada orang bertatto…
Wah serem banget tuh orang, pasti preman, kalo gak pasti kriminal tu orang”

Pernahkah anda mendengar ucapan seperti itu?
Berapa kali? Puluhan kali? Ratusan kali?
Bahkan mungkin setiap ada orang yang bertatto?

Benar begitu bukan?!
Atau mungkin anda sendiri pernah ngomong seperti itu, sadar atau tidak?

Apakah Orang Bertato = Orang Jahat ?

Anggapan negatif seperti ini secara tidak langsung mendapat “pengesahan” ketika pada tahun 80-an terjadi pembunuhan misterius terhadap ribuan orang gali (penjahat kambuhan) di berbagai kota di Indonesia. Soeharto (mantan presiden) dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (PT. Citra Lamtorogung Persada, Jakarta, 1989), mengatakan bahwa petrus (penembakan misterius) itu memang sengaja dilakukan sebagai treatment, tindakan tegas terhadap orang-orang jahat yang suka mengganggu ketentraman masyarakat.

Bagaimana cara mengetahui bahwa seseorang itu penjahat dan layak dibunuh? Brita L. Miklouho-Maklai dalam Menguak Luka Masyarakat: Beberapa Aspek Seni Rupa Indonesia Sejak Tahun 1966 (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997) menyebutkan bahwa para penjahat kambuhan itu kebanyakan diidentifikasi melalui tatto, untuk kemudian ditembak secara rahasia, lalu mayatnya ditaruh dalam karung dan dibuang di sembarang tempat seperti sampah.

Mengapa sampai terjadi generalisasi seperti itu?
Apa kira-kira dasar alasannya?
Apakah dulu kebetulan pernah ada seorang penjahat besar yang punya tatto dan itu lalu dipakai sebagai ciri untuk menggeneralisir bahwa semua orang yang bertatto pasti penjahat juga?
Ataukah karena penjahat yang sering ditayangkan di media selalu bertatto?

Sayangnya belum ada studi mendalam yang bisa menguak pergeseran makna tatto dari ukiran dekoratif sebagai penghias tubuh dan simbol-simbol tertentu menjadi tanda cap bagi para penjahat.

Tapi yang jelas telah terjadi “politisasi tubuh”. Tubuh dipolitisir, dijadikan alat kendali untuk kepentingan negara. Dalam kasus petrus di Indonesia, tubuh yang bertatto dipakai sebagai alat kendali, suatu alasan kuat untuk menjaga keamanan dan stabilitas negara. Untuk tingkat dunia, bisa disebut beberapa contoh kasus politik tubuh besar sepanjang sejarah peradaban manusia. Orang-orang kulit putih menerapkan sistem politik apartheid di Afrika Selatan hanya karena orang-orang Afrika “berkulit hitam”. Dari Jerman, Hitler dengan Nazi-nya membantai orang-orang Yahudi hanya karena di dalam tubuh orang Yahudi tidak mengalir darah Arya, darah tubuh manusia yang paling sempurna yang pernah diciptakan Tuhan di bumi ini menurut Hitler.

Dan celakanya juga, fenomena yang terjadi di masyarakat adalah masyarakat kita kurang bisa menghargai dan mengkritisi sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Kita terlalu banyak dijejali semiotika simbol-simbol yang semakin lama semakin “merusak” daya nalar kita. Hanya mengangguk-angguk dan meng-iya-kan apa yang dibilang orang tapi tidak (mau) tahu apa sih maksud dan tujuannya.

Anggapan negatif masyarakat tentang tatto dan larangan memakai rajah atau tatto bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan imej tatto sebagai sesuatu yang: dilarang, haram dan tidak boleh. Sehingga akibatnya masyarakat semakin “setuju” bahwa mereka, apa yang dibilang oleh Marjinal sebagai Masberto (Masyarakat Bertato), adalah orang-orang yang aneh, berandalan dan tidak tahu aturan di masyarakat. Bahkan media pun semakin berperan dalam mempertegas fenomena ini, penggambaran oleh media (baik di film ataupun berita) yang seakan “menceritakan” bahwa bertato sama dengan rendahnya moral berhasil “meracuni” pikiran masyarakat untuk ikut-ikutan menghakimi para Masberto.

Perkembangan Sekarang Ini

Tapi nampaknya sekarang ini masyarakat sudah banyak yang menyadari apa dan bagaimana hakikat orang yang bertatto. Dibuktikan dengan mulai banyaknya masyarakat, khususnya kalangan muda yang berminat membuat tatto (baik permanen atau temporer). Tatto mulai dianggap sebagai sesuatu yang modis, trendi dan fashionable.

Jauh sebelum munculnya anggapan seperti itu, sejak awal tatto memang dekat dengan budaya pemberontakan. Maka memakai tatto sama dengan memberontak terhadap tatanan nilai sosial yang ada, sama dengan membebaskan diri terhadap segala tabu dan norma-norma masyarakat yang membelenggu. Orang-orang yang dipinggirkan oleh masyarakat memakai tatto sebagai simbol pemberontakan dan menunjukkan eksistensi mereka.

Dan setiap jaman akan melahirkan konstruksi tubuhnya sendiri-sendiri. Dulu tatto dianggap jelek, sekarang tatto dianggap sebagai sesuatu yang modis dan trendi. Kalau era ini berakhir, entah tatto akan dianggap sebagai apa. Mungkin status kelas sosial, mungkin sekedar perhiasan, atau yang lain.

Propaganda Kehidupan

Janganlah sekedar EKSIS,
HIDUPLAH...!

Janganlah sekedar MENYENTUH,
RASAKANLAH...!

Janganlah sekedar MELIHAT,
PELAJARILAH...!

JaNganlah sekedar MEMBACA,
RESAPILAH...!

JanganLah sekedar MENDENGAR,
SIMAKLAH...!

Janganlah sekedar MENYIMAK,
PAHAMILAH...!

JanganLah sekedar BERPIKIR,
MERENUNGLAH...!

Janganlah sekedar BERBICARA,
NYATAKANLAH SESUATU...!