5/28/2008

Kill 'The Koruptor' !























Bagaimana ???



Apakah Anda yakin akan menghapus 'The Koruptor' dari bumi ini ???



Ataukah malah sebaliknya, Anda berminat untuk menjadi 'The Koruptor' selanjutnya ???



Cepat Anda klik, sekarang juga !



Karena pilihan ada di tangan Anda........

Menghujat Kapitalisme !!!

Dari judul diatas, mungkin Anda bertanya-tanya...
Mengapa kapitalisme begitu dibenci banyak manusia?
Mengapa ia harus dihujat?
Mengapa ia pantas untuk dihujat?
Dan mengapa-mengapa lainnya...

Karena jawabannya adalah...
KAPITALISME MEMANG PANTAS UNTUK DIHUJAT!

Ia bukan hanya faktor utama yang memassifkan kemiskinan, tapi juga menimbulkan banyak ketidakadilan, kekerasan dan perang. Terutama semakin membesarnya kesenjangan antara si miskin-si kaya, juga merusak bumi dan kehidupan manusia. Ada 2 fondasi dasar keberadaan kapitalisme yang membuat ia pantas dihujat. Pertama, kapitalisme hidup didasarkan pada pengeksploitasian manusia terhadap manusia lainnya tanpa ampun, termasuk terhadap alam raya kita. Kedua, kapitalisme hidup dengan menempatkan laba diatas kemanusiaan, dengan mengejar hasil produksi maksimal dan biaya produksi serendah-rendahnya.

Didalam sistem kapitalisme, apa pun dan sampai kapan pun, yang menjadi tujuan-alasan-parameter-segalanya-selalu dan selalu adalah LABA. Laba telah menjadi "tuhan-nabi-dan-kitab-suci" bagi kapitalisme. Hanya orang yang kuat dan bermodal saja yang mampu membentuk laba dengan mengeksploitasi manusia lainnya dan alam. Karena laba adalah segalanya, maka manusia-manusia tanpa kuasa dan tanpa modal hanya akan menjadi objek yang dieksploitasi, tak lebih dari sekedar alat yang diperas untuk menghasilkan laba bagi mereka yang berkuasa.

Lalu, laba-laba ini akan terus terakumulasi hanya dikantong-kantong sebagian kecil warga dunia penguasa dan pemilik apa yang kita kenal dengan TNC/MNC (Trans/Multi National Corporations), perusahaan-perusahaan raksasa dunia. Dengan kekuatan akumulasi laba, mereka bisa melancarkan perang, membunuh manusia, merampok bangsa lain, membangun pesawat tempur super-canggih, memproduksi bom nuklir, memeras demi kemakmuran diri, menguasai serta mengendalikan sumber daya alam, perekonomian dan pasar, sekali lagi ini semua karena LABA dan LABA.

Cinta di alam kapitalisme pun menjadi lain. Cinta mengalami metamorfosis menjadi sesuatu yang diperjualbelikan, menjadi suatu komoditi yang dibungkus indah dalam kegilaan 'Valentine', menghasilkan lembaran uang, meningkatkan penjualan, meledakkan laba, untuk kembali mengeksploitasi kebodohan manusia-manusia di tahun-tahun mendatang.

Uang telah memperkosa dan mengkomersilkan cinta hingga bisa dijual dalam bentuk jantung merah muda dan dikemas dalam blok-blok coklat tanda kasih sayang. Semua mal menyambutnya, dengan rok mini-baju ketat, lipstik pink, perjamuan glamour di hotel-hotel berbintang dan sebuah ilusi superhebat pun digelar agar manusia merasakan telah mencurahkan cintanya dan berkasih sayang penuh romantika. Beli sekarang mumpung lagi diskon! Kapitalisme telah membuat cinta menjadi sedemikian sempit dan menginjak-injak makna cinta menjadi begitu rendah.

Namun tidak demikian bagi mereka yang hidup di bantaran kali, nelayan-nelayan dan para ibu-bapak tani yang semakin terpinggirkan, termarjinalkan, tergusur oleh kekuasaan dan modal atas nama pembangunan dan kemewahan. Rumah dan tanah mereka di buldozer hingga mereka tinggal di tenda-tenda darurat. Pantai dan sawah tempat menggantungkan hidup kini telah direnggut untuk menyediakan kompleks perumahan mewah dan mal-mal guna merayakan hari Valentine tiap tahunnya.

Kalau sudah begini, lalu dimana makna CINTA yang sebenarnya?

Lihat! Saat ini kebutuhan pokok kita semakin melambung tinggi dan tidak terjangkau. Pendidikan, kesehatan, transport, gula, minyak, tanah, beras, ikan, daging, telur, listrik dan air, semuanya MAHAL! Pengangguran dan kemiskinan juga semakin merajalela. Bagaimana dengan nasib mereka? Peduli setan dengan mereka semua, toh tujuan hidup kapitalisme adalah LABA dan bukan MANUSIA.

Oleh karena itu, kita akhiri lagi dengan pertanyaan...

Setujukah kita dengan pemikiran bahwa manusia memang selayaknya hidup di bawah dan lebih rendah martabatnya dari laba, bahwa laba lebih mulia dan lebih penting dari kemanusiaan kita?

Jawaban kita akan menentukan kadar kemanusiaan kita!
Kita adalah bagian dari itu semua, kita memiliki tanggung jawab sejarah untuk mengubahya!
Entah sebagai sosok yang memperkuat laba atau sebaliknya berpihak dan memperkuat posisi kemanusiaan kita...

Selamat merenung dan (akhirnya) bertindak !!!

Konsumsi Sampai Mati

Overdosis
Kaupun mati overdosis
Bukan karena ganja
Marijuana atau putauw
Bukan, bukan karena sakauw

Tapi karena
Kau tak sadar
Bahwa kau telah dikibuli
Oleh mereka raja-raja industri
Yang bermain dibalik arus modernisasi

Perlahan tapi pasti
Otakmu telah dicuci
Jiwamu telah digerogoti
Oleh manisnya iklan produk ditivi

Inilah industri
Inilah komersialisasi
Yang pintar yang membodohi
Dan yang goblok akan terus digobloki

Konsumsi sampai mati
Hidupmu pun menjadi tak berarti lagi...

(Gresik, 18 Mei '08)

Overdosis Gara-Gara Kapitalis Global

Globalisasi dibangun dengan pondasi berbagai kekuatan mekanisme besar (sejarah, kapital, ilmu pengetahuan, dsb), kesemuanya itu hanya dimiliki oleh negara-negara pusat kolonialis. Ini merupakan sistem yang dibangun berdasarkan kepercayaan penuh terhadap pasar dalam menentukan pertumbuhannya. Salah satu bentuk utama mekanisme pasar adalah peningkatan dan percepatan produksi, disisi lain orang harus tetap mengkonsumsi. Dan efek yang nyata terutama dapat dirasakan oleh negara-negara miskin/berkembang. Dampak globalisasi menjadi begitu sensasional, contohnya adalah dengan adanya pergeseran di masyarakat mengenai pandangan gaya hidup.

Agar bisa mempertahankan eksistensinya, budaya global akan terus menerus melancarkan serangannya terhadap masyarakat dengan berbagai strategi yang "manis". Sampai masyarakat mau menerima apa yang dibawanya dengan "sukarela". Setelah itu akan sampai pada perubahan cara hidup, seperti cara hidup hedonis, yaitu hidup dengan penuh komoditi/benda yang hanya mementingkan kepuasan dan kenyamanan diri sendiri tanpa memahami tujuan perlunya hidup bersosialisasi. Masyarakat menjadi terhipnotis akibat sistem yang didesain oleh budaya global sehingga terciptalah masyarakat global, masyarakat yang tidak sadar dengan adanya perubahan dari sesuatu yang tidak riil menjadi sesuatu yang seakan riil bagi mereka. Masyarakat akhirnya hidup dalam realitas yang tidak nyata.

Kini orang merasa ketinggalan jaman jika tak mengonsumsi fast food seperti McDonalds atau KFC. Gadis-gadis remaja merasa tak eksis, jika tidak berbusana ala Britney Spears. Tapi yang paling penting dari ekspor kebudayaan yang dikomando oleh perusahaan-perusahaan multinasional ini adalah mewahnya budaya konsumerisme, keseragaman dan serba instan. Mereka semua mengontrol selera makan, mode berpakaian dan pandangan kita atas dunia sekitar. Ini semua memang merupakan watak khas dari pola produksi perusahaan-perusahaan multinasional.

Semua fenomena itu bisa terjadi akibat campur tangan ekonomi yang mengakibatkan gaya hidup menjadi komoditas yang dibangun, salah satunya adalah campur tangan media dengan mekanisme industri yang mengandung iklan didalamnya.

"Iklan merupakan karya seni terbesar" (Marshall McLuhan, kritikus media terkemuka)
"Iklan adalah teror. Penumpuk modal (kapitalis) adalah teroris. Kapitalis adalah terorisme"

Iklan datang dan menyerang kita lebih banyak daripada yang lainnya. Iklan memiliki peran yang cukup vital sebagai penentu kecenderungan, tren, mode bahkan sebagai pembentuk kesadaran manusia modern. Dan iklan komersial telah menyebar ke berbagai wilayah budaya popular lainnya sehingga akhirnya berdampak pada pembentukan identitas individu dan sosial. Perkembangan kapitalisme sekarang ini telah mendatangkan guru-guru moral dan ustad-ustad kebajikan yang baru bagi kaum muda. Meskipun mereka sering ke gereja, meskipun mereka sering mendengarkan khutbah Jum'at, iklan lebih sering menasehati dan mengajari kaum muda. Iklan mendatangi kita tiap lima menit di TV, iklan terpampang di keramaian dan tempat manapun. Iklan lebih sering mengajari kita. Para kapitalis meneror kita tiap detik dan setiap waktu, supaya kita hanya beli dan mengonsumsi produk-produk mereka: supaya mereka untung dan modalnya bisa bertumpuk-tumpuk.

Yang terjadi kemudian adalah kegairahan dan kegembiraan yang memuncak 'di luar kesadaran diri', atau dengan kata lain, OVERDOSIS!. Dengan cepat manusia akan "terlelap" ke alam ecstasy gaya hidup yang hanya mementingkan permukaan, penampilan, hura-hura dan tidak mengacu pada realita. Sehingga pada akhirnya orang akan mencari kepuasan melalui perilaku konsumtif.

"Orang bekerja untuk berbelanja dan berbelanja untuk bekerja."

Pada puncaknya, masyarakat akan terdekonstruksi secara sosial untuk mengelilingi diri mereka dengan berbagai barang mewah demi memuaskan hasrat pribadinya. Sehingga tidak heran bila seorang mahasiswa akan lebih bergairah untuk dugem atau shopping daripada sekedar berdiskusi ringan di ruang kuliah.

Karena itu, secara tidak sadar, manusia modern-kapitalisme telah menjadi gila. Mungkin mereka dianggap normal-normal saja. Tapi bila kita membaca teori kegilaan Sigmund Freud atau Michael Foucault, kita akan tahu bahwa kita benar-benar gila. Kita merosot menjadi binatang dan benda-benda. Dan hanya dengan menjadi berbeda dan melawan penindasan kapitalistik ini saja kita akan menjadi manusia.

Neoliberal = Agenda Pemiskinan Oleh Korporasi

Selama ini modal asing yang digelontorkan oleh korporasi-korporasi besar, memiliki peranan yang sangat besar dalam perubahan dinamika kebudayaan lokal (di Indonesia). Korporasi-korporasi tersebut memang "menaikkan" peradaban lokal melalui pembangunan dan "meningkatkan" kesejahteraan lokal, tetapi korporasi juga harus bertanggung jawab terhadap hancurnya kebudayaan lokal yang ada. Selain itu, rusaknya tatanan ekosistem di wilayah sekitar yang menjadi "kekuasaan" korporasi juga merupakan daftar panjang dari efek samping yang timbul akibat masuknya modal asing secara membabi-buta.

Untuk berinvestasi disuatu wilayah negara memang membutuhkan suatu legalitas hukum di wilayah tersebut. Karena itu diperlukan "pemaksaan" yang lebih kuat dan lebih besar dari sekedar uang agar modal asing dan korporasinya dapat beroperasi disana. Dan senjata yang paling ampuh dan seringkali digunakan untuk "membodohi" suatu negara adalah melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh IMF ataupun WTO. Ketika suatu negara, seperti Indonesia, memutuskan untuk menerima bantuan ekonomi dari para agen neoliberal tersebut maka negara itu dapat "diperalat" dengan mudah (baca: tidak berdaya) sehingga akibatnya modal asing dapat masuk dengan bebas disana.

Dengan memakai alasan yang klise, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara "pasien" tersebut maka mau tidak mau negara penghutang harus menerima kebijakan yang "dipaksakan" oleh badan pendonor. Sehingga tidak ada pilihan lain bagi negara penghutang, yaitu harus merelakan wilayahnya untuk digarap dan dijadikan lahan industri. Dan akibatnya penduduk asli disana terpaksa harus beradaptasi mengikuti perkembangan budaya yang baru.

Perubahan dinamika kebudayaan lokal dan rusaknya alam di wilayah yang digarap oleh korporasi, sering kali dianggap sebagai sebuah hal yang wajar dan bukan dampak langsung dari modal asing yang ditanamkan disana. Karena mereka beralasan bahwa hal tersebut merupakan fenomena yang wajar dalam sebuah dinamika kehidupan di wilayah industri.

Apakah Korporasi Lepas Tangan dalam Masalah ini ?

Ketika suatu korporasi masuk dan menggarap suatu wilayah yang sebelumnya tidak pernah "terjamah" oleh kegiatan industri, dengan kata lain masih perawan/alami, tentunya penduduk asli disana dipaksa harus bisa beradaptasi dengan budaya industri yang dibawa oleh korporasi, yang bahkan sebelumnya tidak pernah mereka kenal sama sekali. Hal ini adalah wajib, karena korporasi membutuhkan legalitas dan dukungan dari penduduk sekitar agar dapat beroperasi dengan lancar di wilayah mereka.

Dengan kata lain, dinamika kebudayaan yang ada harus bisa mendukung kebutuhan korporasi dalam mengakumulasikan modal mereka. Padahal belum tentu kebudayaan yang baru akan cocok dengan kebudayaan lokal yang ada. Dan bisa ditebak, dampak yang terjadi selanjutnya adalah kesenjangan akibat pemaksaan kebudayaan oleh korporasi terhadap budaya lokal yang berlaku. Kesenjangan itu adalah kesenjangan kepercayaan, kesejahteraan, gaya hidup, cara bertahan hidup dan lain-lain.

Contohnya seperti kasus masuknya Freeport ke Papua. Perlu diketahui bahwa sebelumnya, kebudayaan di sana (Papua), tidak mengenal adanya budaya bekerja untuk menumpuk kekayaan. Para penduduk Papua hanya mencari binatang untuk diternakkan (untuk selanjutnya dimakan), atau dikonsumsi seketika. Mereka juga bebas mengambil kayu untuk kepentingan mereka, memanfaatkan kekayaan alam untuk menyambung hidup ataupun melakukan apa yang mereka sukai tanpa adanya pembayaran ataupun larangan kepada pihak lain. Dan ketika Freeport masuk kesana, seketika pula kehidupan mereka berubah drastis. Mereka harus rela kehilangan wilayah perburuan mereka, melakukan praktik jual beli untuk apa yang mereka ambil (padahal dari alam mereka sendiri) dan larangan untuk memasuki wilayah-wilayah tertentu. Selanjutnya, membuat kebutuhan akan uang dan kerja menjadi begitu penting bagi mereka. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal hal tersebut.

Inilah sebuah agenda neoliberal dalam upaya mengkonstruksi pemiskinan dalam wilayah lokal. Korporasi tersebut akan memaksakan budaya baru bagi penduduk lokal. Jika pada awalnya penduduk lokal tidak perlu bekerja untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya (mengacu pada kasus Freeport), tapi ketika budaya industri masuk dan mengharuskan penduduk untuk mulai mencari uang maka terpaksa mereka harus mau bekerja di lingkungan industri sebagai pekerja kasar dengan upah yang sangat minim. Karena sebelumnya mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan untuk bekerja di posisi dengan upah yang memadai. Sementara kebutuhan pokok tetap terpenuhi dan dibeli, membuat mereka harus menerima nasib sebagai pekerja dengan upah minim. Dan tentu hasilnya sudah dapat diperkirakan, hidup dengan upah minim sementara kebutuhan hidup harus tetap ada, membuat sebuah keadaan baru bagi mereka dalam hidup yang serba kekurangan (miskin).

Dan hal inilah yang tetap dijaga oleh korporasi di wilayah tersebut karena korporasi tetap membutuhkan para pekerja yang mau diupah minim. Sementara pekerja yang demikian, adalah pekerja yang mengalami kondisi kesulitan memilih. Yaitu para pekerja yang tidak punya lagi pilihan hidup jika tidak bekerja pada korporasi tersebut. Bagaimana tidak, jika hanya ada sebuah korporasi yang memonopoli industri di wilayah itu, maka hal ini membuat penduduk lokal terpaksa mau menerima pilihan untuk bekerja dan diupah minim. Sehingga kemiskinan yang terjadi merupakan efek samping yang dihasilkan karena masuknya modal asing dalam sebuah wilayah yang sebelumnya tidak mengenal kerja yang diupah oleh uang.

Sadar atau tidak, hal inilah yang merupkan sebuah konstruksi pemiskinan yang sengaja diciptakan oleh korporasi!

Walaupun ada usaha dari korporasi yang seakan bertujuan untuk memperbaiki keadaan ini (dengan mendirikan sekolah untuk memperbaiki tingkat pendidikan disana), namun dampak-dampak diatas jauh lebih riil. Dan jika ditelaah lebih lanjut, dengan didirikannya sekolah-sekolah baru bukankah malah menambah beban yang harus ditanggung oleh penduduk. Karena tentu saja sekolah yang dimaksud tidak bebas biaya. Sehingga hal ini yang membuat penduduk lokal mengalami keterpurukan ekonomi yang sangat parah. Sudah dibebani dengan perubahan gaya hidup dari serba gratis dari alam menjadi serba membayar, ditambah dengan imaji perbaikan nasib melalui sekolah, namun harus menambah kegiatan kerja demi mencari dana untuk sekolah. Membuat mereka tidak punya pilihan lain : bekerja atau tetap hidup dalam kemiskinan.

Namun sepertinya hal ini tidak menjadi salah korporasi, dan hal ini sepertinya tidak dianggap sebagai efek negatif dari masuknya modal ke wilayah tersebut. Padahal korporasi adalah pihak pertama yang diuntungkan dengan keadaan itu. Belum lagi dengan rusaknya alam akibat eksploitasi industri, membuat penduduk lokal kehilangan wilayah 'kerja' mereka dan kembali pilihan bekerja pada korporasi menjadi jawabannya. Hal inilah yang dimaksud dengan bahwa korporasi ikut bertanggung jawab dalam konstruksi pemiskinan di sebuah negara (khususnya negara penghutang seperti Indonesia) melalui kebijakan neoliberal tentang pasar bebas (modal asing).

The Next Construction For Our Life's
Selanjutnya adalah bagaimana korporasi menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru bagi kita, yang sebelumnya mungkin tidak kita butuhkan. Bagaimana strategi mereka? Tentu saja, melalui media komersil yang terus "memanjakan" tapi "membius" kehidupan sehari-hari kita. Dengan semakin menjamurnya iklan-iklan produk diberbagai media, korporasi mencoba untuk menghipnotis kita untuk membeli produk mereka, sehingga membuat tingkat konsumsi menjadi sangat-sangat tinggi.

Kebutuhan sekunder dan tersier telah menjadi kebutuhan primer. Dan bukankah hal itu yang diinginkan korporasi? Membuat kita merasa perlu bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan yang semakin lama semakin bertambah banyak. Itulah proses pemiskinan yang tengah kita alami, karena kita merasa tingkat kebutuhan kita semakin lama terasa semakin tidak terpenuhi.

Berapa banyak dari kita yang saat ini tidak merasa perlu untuk memiliki ponsel?
Berapa banyak dari kita yang kini masih dapat hidup tanpa perlu menggunakan kendaraan pribadi?
Dan berapa banyak dari kita yang saat ini tidak merasa perlu untuk bekerja?

Sementara kebutuhan hidup semakin lama semakin tidak dapat ditoleransi dan seakan semuanya harus tetap terpenuhi (untuk kelangsungan hidup). Bukankah hal ini yang diharapkan oleh korporasi?

Membuat kita merasa hidup dalam kemiskinan sehingga harus terus bekerja dan terus membeli kebutuhan. Jika ini yang diharapkan oleh korporasi, bukankah hal ini seakan telah dikonstruksi oleh korporasi tersebut. Dengan kata lain korporasi memberi sumbangan yang cukup besar dalam sebuah proses pemiskinan yang kita alami. Inilah agenda neoliberal korporasi-korporasi besar. Dan tentunya hal ini merupakan bahaya yang sudah ada di depan mata.

Tepat dan mungkin saja anda selanjutnya yang akan (atau telah) menjadi korban!

5/14/2008

Pengamen Kecil

Mereka ada disekitar kita
Mereka menghiasi hari-hari kita
Mereka berharap kerendahan hati kita
Karena mereka punya mimpi...

Si pengamen kecil
Berjalan bangga di perempatan jalan
Menenteng gitar kecil yang selalu dijaganya
Agar tidak dirampas
Oleh bapak-bapak Pamong Praja

Bernyanyi apa adanya
Mengharap pada mobil-mobil yang berkilat
Walau kadang hanya umpat yang didapat
Tapi semangat tetap melekat

Berjalan begitu mantap
Membusung dada
Dan tertawa bersama kawan-kawannya
Seolah tak ada problema
Oi, bahagia sekali nampaknya

Mungkin dalam benaknya mereka bermimpi
Kelak akan terkenal seantero negeri
Karena jadi pemimpin bangsa ini
Yang bukan doyan korupsi

Tapi karena menjaga dan merawat rakyatnya
Seperti gitar kecil yang dulu selalu dibawanya

(Malang, 4 Feb '08)

5/10/2008

Duniaku Benci Pelangi

Mereka percaya dengan pendapat sendiri
Mereka yakin dengan apa yang diyakini
Mereka konsisten dengan apa yang diikuti
Tapi mereka membenci warna pelangi

Mereka lebih suka menyeragamkan persepsi
Mereka lebih suka memberi dogma & doktrinisasi
Mereka ingin dunia ini hanyalah dalam satu sisi
Dan mereka bangga menjadi otoriter yang layak diamini

Mereka membenci warna pelangi
Karena katanya dunia ini akan lebih benar & indah
Jika pelangi hanya memiliki satu warna

(Gresik, 25 Jan '08)

Mahasiswa (Bukan Sekedar Nama)

Kawan, bukankah kita mahasiswa?
Pemilik jiwa muda yang hidup untuk sesaat
Jiwa yang kaya dengan semangat
Idealisme

Kawan, bukankah kita mahasiswa?
Sang pengemban perubahan
Yang menggenggam keberanian
Yang nantinya akan menghantam ketidakadilan

Kawan, bukankah kita mahasiswa?
Tapi dengan congkak kau khianati!
Karena kau telah jual diri
Kau terlalu mabuk dengan tuak yang selalu kau banggakan!
Bermerek 'Modernisme-Hedonisme'

Lihat!
Katanya kita sudah merdeka kawan
Tapi TIDAK!
Masih ada penindasan
Pengkhianatan
Pembodohan

Kawan, kita adalah sama
Kita adalah satu
Karena kita (memang) mahasiswa

Yang bukan cuma diam dan berjuang
Untuk selembar ijazah
Bukan pula intelek muda
Dengan teori-teori kosong
Atau slogan-slogan kosong
Tapi...
Dengan semangat
Pembebasan!

Kawan...
Kita adalah api pergerakan yang akan terus berkobar
Karena kita (adalah) mahasiswa
Dan itu bukan sekedar nama

Ayo tunjukkan pada dunia!

(Malang, 20 April '08)

5/09/2008

Preman-Preman Beriman

" Dakwah sana sini soal agama...
Mengaku punya iman tapi doyan hajar sesama "

" Ngalor ngidul soal fatwa...
Jadi imam berwibawa tapi suka ngomporin massa "

" Teriak teriak Allahu Akbar...
Pake gamis pake peci tapi kelakuan barbar "

" Koar koar atas nama haram-halal...
Berjenggot rapi kostum putih bersih tapi main brutal "

Jika atas nama agama...
Persaudaraan menjadi gengsi belaka
Salaman bagi yang berbeda menjadi nista hukumnya
Tidak ada penghargaan martabat sesama manusia
Dan ada yang terluka bahkan mati binasa

Jika manusia telah menjadi "Allah" atas sesamanya
Dan jika dengan cara seperti itu orang bisa mendapat pahala

Maka lebih baik berkhayal tidak ada surga dan neraka...

(Malang, 30 April '08)

Intelektual Mati Kutu

Suatu hari nanti...
Intelektual dari negeri ini
Akan diinterogasi oleh rakyat
Rakyat kita yang sederhana

Mereka akan ditanyai
Apa yang mereka perbuat
Saat bangsa mereka
Perlahan-lahan mati

Tak seorangpun mau tahu pada mereka
Soal pakaian dan parfum mereka
Tak seorangpun bertanya pada mereka
Soal matematika dan ekonomi yang begitu rumitnya
Tak seorangpun peduli pada mereka
Soal mata kuliah yang harus ditempuh untuk bisa sarjana

Mereka tidak akan ditanyai soal inflasi, deflasi ataupun resesi
Mereka tidak akan ditanyai soal Adam Smith ataupun George Soros
Mereka akan ditanyai soal hidup rakyat hari ini
Yang semakin hari semakin sulit karena berat di ongkos

Dan pada hari itu...
Orang-orang sederhana akan muncul
Si A yang tidak memiliki duit
Untuk membeli buku-buku yang berilmu tinggi
Si B yang setiap hari bau keringat
Karena memungut sampah dan menyapu jalanan
Atau si C yang setiap hari
Membersihkan rumah, mengepel lantai,
merawat taman, menyediakan masakan,
menyopiri mobil mereka dan bekerja pada mereka

Lalu si A, B, C dan orang-orang lainnya akan bertanya :
"Apa yang kamu lakukan saat si miskin menderita,
saat kasih sayang dan cinta berubah menjadi nestapa?

"Apa yang bisa kamu lakukan hei intelektual?!"

Sang intelektual dari negeriku yang manis
Kamu tidak akan mampu menjawab tapi hanya bisa meringis
Burung nazar akan memakan ususmu
Kengerian akan merasuki jiwamu
Dan pada akhirnya kau akan membisu dalam malu...

(Malang, 15 April '08)

Apa Kabar Mahasiswa!?

Hei, lihatlah mereka
Bajunya ngetren-ngetren
Tampangnya keren-keren
Dan dibilang manusia kompeten

Kalian panggil mereka apa?!

Hahahahaaa...
Iya, mereka itu Mahasiswa
Hura hura pesta pora
Berdansa ber-valentine ria
Kuping disumbat lagu cinta

Iya, mereka itu Mahasiswa
Ngakak sampai keluar air mata
Nonton Tukul Arwana
Ngalor ngidul di Empat Mata

Hahahahaaa...

Apa kabar Che Guevara?!
Pahlawan revolusi
Yang jadi simbol trendi masa kini

Apa kabar Wiji Thukul?!
Pejuang pembebasan
Yang kini mulai dilupakan

Hei, apa kabar Mahasiswa?!
Masihkah kalian tertawa
Sampai sakit perut keluar air mata

Buat apa sekolah tinggi-tinggi
Kalo cuma berburu gengsi
Buat apa punya ilmu tinggi
Kalo cuma berdiam diri
Buat apa banyak baca buku
Kalo cuma omong kosong melulu

Hahahahaaa...
Apa kabar kalian?!

(Malang, 4 April '08)

Hari Esok Yang Tidak Tercatat

Gelombang imperialisme gaya baru semakin hari semakin nyata dan terasa dampaknya bagi kita semua
Didepan kita menghadang arus global yang begitu memanjakan tapi juga sangat mengenaskan
Segala sesuatu dilabeli harga tetapi semakin sedikit yang diberi arti
Gerai-gerai produk semakin bertebaran di mana pun, tetapi di mana pun juga semakin sedikit yang mampu mengaksesnya

Hidup menjadi tak lebih dari sekedar urusan makan, minum, berkembang biak atau urusan tempat tinggal dan dekorasinya
Hidup seakan tidak bermakna, hanya urusan konsumsi tapi tidak untuk urusan kreasi
Hidup hanya berisi kompetisi bukan kooperasi
Hidup telah kehilangan artinya!

Kami hanya menginginkan hidup kembali menjadi layak untuk dijalani
Dimana segala sesuatu diberi arti bukan lagi label harga
Kehidupan bukan hanya milik segelintir orang tapi untuk kita semua
Sebagaimana kami ingin membangun kembali kerajaan surga di atas puing-puing neraka bumi bersama kalian semua
Hingga suatu masa, hidup akan berkembang kembali di hadapan kita seperti mawar di awal musim panas

Berdiri bersama, berbahagia dan bergembira...

(Malang, 3 April '08)

Physical & Mental Torture

The high of human ambition
Powering the world in technology
Threaten the mankind
For money and pride
Make love with destruction
Killing people
Slowly but sure
Fear of the future
Nightmare's coming
Planned the earth killing
Hell on earth ready to destroy
The human error
Nature kills
Physical torture
Human ambition
Mental torture

(Malang, 2 Mei '08)

World Of Destruction

Debt, corruption, privatization
Politics, ambition, confrontation
A picture of a country
A design for destruction
Globalization arrange your move
Privatization makes me starving
Black politics expand hatred
Doctrination makes me throw up
You can see
The stupidity of a country
And I will see
A design for destruction

(Malang, 1 Mei '08)