5/28/2008

Overdosis Gara-Gara Kapitalis Global

Globalisasi dibangun dengan pondasi berbagai kekuatan mekanisme besar (sejarah, kapital, ilmu pengetahuan, dsb), kesemuanya itu hanya dimiliki oleh negara-negara pusat kolonialis. Ini merupakan sistem yang dibangun berdasarkan kepercayaan penuh terhadap pasar dalam menentukan pertumbuhannya. Salah satu bentuk utama mekanisme pasar adalah peningkatan dan percepatan produksi, disisi lain orang harus tetap mengkonsumsi. Dan efek yang nyata terutama dapat dirasakan oleh negara-negara miskin/berkembang. Dampak globalisasi menjadi begitu sensasional, contohnya adalah dengan adanya pergeseran di masyarakat mengenai pandangan gaya hidup.

Agar bisa mempertahankan eksistensinya, budaya global akan terus menerus melancarkan serangannya terhadap masyarakat dengan berbagai strategi yang "manis". Sampai masyarakat mau menerima apa yang dibawanya dengan "sukarela". Setelah itu akan sampai pada perubahan cara hidup, seperti cara hidup hedonis, yaitu hidup dengan penuh komoditi/benda yang hanya mementingkan kepuasan dan kenyamanan diri sendiri tanpa memahami tujuan perlunya hidup bersosialisasi. Masyarakat menjadi terhipnotis akibat sistem yang didesain oleh budaya global sehingga terciptalah masyarakat global, masyarakat yang tidak sadar dengan adanya perubahan dari sesuatu yang tidak riil menjadi sesuatu yang seakan riil bagi mereka. Masyarakat akhirnya hidup dalam realitas yang tidak nyata.

Kini orang merasa ketinggalan jaman jika tak mengonsumsi fast food seperti McDonalds atau KFC. Gadis-gadis remaja merasa tak eksis, jika tidak berbusana ala Britney Spears. Tapi yang paling penting dari ekspor kebudayaan yang dikomando oleh perusahaan-perusahaan multinasional ini adalah mewahnya budaya konsumerisme, keseragaman dan serba instan. Mereka semua mengontrol selera makan, mode berpakaian dan pandangan kita atas dunia sekitar. Ini semua memang merupakan watak khas dari pola produksi perusahaan-perusahaan multinasional.

Semua fenomena itu bisa terjadi akibat campur tangan ekonomi yang mengakibatkan gaya hidup menjadi komoditas yang dibangun, salah satunya adalah campur tangan media dengan mekanisme industri yang mengandung iklan didalamnya.

"Iklan merupakan karya seni terbesar" (Marshall McLuhan, kritikus media terkemuka)
"Iklan adalah teror. Penumpuk modal (kapitalis) adalah teroris. Kapitalis adalah terorisme"

Iklan datang dan menyerang kita lebih banyak daripada yang lainnya. Iklan memiliki peran yang cukup vital sebagai penentu kecenderungan, tren, mode bahkan sebagai pembentuk kesadaran manusia modern. Dan iklan komersial telah menyebar ke berbagai wilayah budaya popular lainnya sehingga akhirnya berdampak pada pembentukan identitas individu dan sosial. Perkembangan kapitalisme sekarang ini telah mendatangkan guru-guru moral dan ustad-ustad kebajikan yang baru bagi kaum muda. Meskipun mereka sering ke gereja, meskipun mereka sering mendengarkan khutbah Jum'at, iklan lebih sering menasehati dan mengajari kaum muda. Iklan mendatangi kita tiap lima menit di TV, iklan terpampang di keramaian dan tempat manapun. Iklan lebih sering mengajari kita. Para kapitalis meneror kita tiap detik dan setiap waktu, supaya kita hanya beli dan mengonsumsi produk-produk mereka: supaya mereka untung dan modalnya bisa bertumpuk-tumpuk.

Yang terjadi kemudian adalah kegairahan dan kegembiraan yang memuncak 'di luar kesadaran diri', atau dengan kata lain, OVERDOSIS!. Dengan cepat manusia akan "terlelap" ke alam ecstasy gaya hidup yang hanya mementingkan permukaan, penampilan, hura-hura dan tidak mengacu pada realita. Sehingga pada akhirnya orang akan mencari kepuasan melalui perilaku konsumtif.

"Orang bekerja untuk berbelanja dan berbelanja untuk bekerja."

Pada puncaknya, masyarakat akan terdekonstruksi secara sosial untuk mengelilingi diri mereka dengan berbagai barang mewah demi memuaskan hasrat pribadinya. Sehingga tidak heran bila seorang mahasiswa akan lebih bergairah untuk dugem atau shopping daripada sekedar berdiskusi ringan di ruang kuliah.

Karena itu, secara tidak sadar, manusia modern-kapitalisme telah menjadi gila. Mungkin mereka dianggap normal-normal saja. Tapi bila kita membaca teori kegilaan Sigmund Freud atau Michael Foucault, kita akan tahu bahwa kita benar-benar gila. Kita merosot menjadi binatang dan benda-benda. Dan hanya dengan menjadi berbeda dan melawan penindasan kapitalistik ini saja kita akan menjadi manusia.

No comments: