10/31/2008

Sang Peradaban

Lukisan mahal
Goresan tinta tetesan darah
Sejarah dan sampah
Opera megah warisan kemenangan
Dibalik cerita peperangan
Yang ditulis dengan tumpah air mata

Cinta dan perang
Suci dan keagungan
Memang barisan kata
Yang seringkali bersenggama
Untuk sekali lagi menegaskan
Bahwa kenyataan
Tidak akan pernah diam
Dan mati terbungkam!

Nyanyian peradaban
Tarian yang tidak lagi mengasyikkan
Tak ada kemeriahan
Ataupun warisan kejayaan
Selain imaji kebahagiaan
Dan jejak-jejak perbudakan

(Malang, 27 Okt '08)

Dialektika Cinta

Kau lihat sayang,
Langit termenung sendiri malam ini
Ia tidak mampu tertawa seperti biasanya
Apalagi bermain bersama sang awan
Entah menghilang kemana dia
Gelap dan hanya ditemani sang bulan
Yang juga melamun tanpa teman

Tahu tidak kenapa?

Karena bintang-bintang
Telah aku korupsi malam ini

Mulai hari ini
Jika sang pagi telah menjelang
Matahari tidak akan lagi mengusirnya
Dan jika sang malam telah datang
Tak seorangpun yang bisa menatapnya
Merasakan kilaunya yang menawan
Dan tak satupun ilmuwan yang akan merebutnya

Kau tahu,
Bintang-bintang itu kini hanya milikku
Semuanya telah aku simpan rapat
Menjadi koleksi pribadiku
Bersama amarah, cinta dan gairah
Aku penjarakan mereka di tempat yang gelap
Mendekap rapat jadi satu

Dan kau tidak perlu risau
Ada satu yang masih kusisakan untukmu
Agar kau tak lagi berduka
Hingga kelak, hanya engkaulah satu-satunya yang bersinar

Tapi...

Hei tunggu, belum apa-apa!
Itu hanya intro sayang
Permainan ini belum dimulai
Masih banyak konspirasi besar yang kurancang untukmu

Kau tahu, mungkin nanti
Juga akan kurencanakan sebuah penculikan
Kepada matahari atau sang bulan

Ini bukan kudeta untuk menjatuhkan Tuhan
Ataupun makar untuk sekedar merebut kekuasaan
Tidak, bukan seperti itu!

Akan kusiapkan sebuah rencana pertunjukan
Dimana kamu akan merasakan
Indahnya nafas percintaan
Yang bukan eksklusif, basa-basi atau sekedar birahi
Bukan pula sekedar imaji cinta yang menjadi tren hari ini

Tapi kamu akan mengerti sayang,
Bahwa ini semua tentang rasa, nurani dan harmoni

(Malang, 27 Okt '08)

Biarkan Bumi Bercerita

Semua orang tahu
Jika kamu tidak lagi mengenal matahari
Dan hidup dikejar penyesalan
Itulah saat yang kita takutkan
Dimana bumi telah kalah

Karena itu biarkan ia bercerita untuk kita...


Aku
Tidakkah kalian tahu
Apa yang sebenarnya ku rasakan

Lelah?
Tidak! Aku tidak pernah lelah
Jutaan tahun aku menghabiskan waktu
Untuk menimang kalian
Memanjakan setiap hak hidup yang kalian miliki

Seberapa sering aku menjadi rajatega
Untuk mengkhianati kalian
Apakah itu tidak cukup untuk membuat kalian tahu
Sekedar membuat kalian ingat
Bahwa seberapa sering kalian mengkhianati aku

Di saat mata kalian terbenam
Aku tidak pernah berhenti berdetak, bahkan sedetik pun
Untuk terus mengejar matahari
Agar tidak ikut terbenam bersama kalian

Dapat kulihat rahasia hati di gejolak hidup kalian
Ditemani bintang, diiringi bulan
Kumainkan sinema pagi, siang dan malam
Tetap setia kujalani rutinitas membosankan ini
Karena tanggung jawabku untuk kalian

Tapi nyatanya
Kalian memang tidak tahu terima kasih!

Wahai mata yang selalu terbenam
Gejolak jiwa yang tidak pernah terhalang
Tidakkah kalian sadari ini
Seperti kata penyair yang kalian idolakan
" Aku juga ingin hidup 100 tahun lagi..."

Tapi kalian telah berkhianat
Lihatlah betapa rasa sayang yang telah kuberikan
Telah kau rubah sendiri menjadi kutukan
Karena itu, jangan salahkan!
Jika nanti kumuntahkan amarah
Dibawah langit yang akan pekat menghitam

(Malang, 25 Okt '08)

10/26/2008

Pusara Hati Untuk Sahabat

Tak ada lagi genjrengan gitar bolong
Yang tidak bercerita apapun tentang nada-nada

Tak ada lagi ocehan cempreng
Yang menemani tubuh-tubuh tumbang

Tak ada lagi nasehat yang sok tua
Tapi ah, nyatanya selalu tepat mengena

Kemana kau?
Pergi kemana kau?!


Menatap pusara yang dimakan panas
Kering, retak dan meninggalkan kenangan
Terdiam ku tak bergerak
Dan ah, akhirnya jatuh juga tangisan ini
Pada seutas ketegangan jiwa dan hasrat
Yang tergeletak diantara kebisingan melodia angkara

Sejenak meninggalkan ragu
Benarkah ini dirimu kawan!?
Bodoh, tentu saja!
Ah, semoga ini salah, semoga ini mimpi...

Tapi ternyata tidak!

Hening hingga ku beranjak
Tanah basah di areal sepi ini seakan ikut terbenam
Ke dalam nyanyian kelam yang mengiringi hari ini
Semua memori kita seakan tidak menyisakan apa-apa
Hilang lenyap tereduksi menjadi kalam doa
Yang masih berusaha kupanjatkan
Diantara kemarahan, penyesalan dan kesedihan ini

Maaf kawan, maaf!
Aku sama sekali tak menyaksikan itu
Gejolak pesakitan yang ternyata bersarang di tubuhmu
Maaf kawan, maaf!
Aku terlalu percaya pada keceriaanmu
Pada semangatmu yang menyala
Pada langkahmu yang begitu tak terbendung
Semua pesona itu begitu meyakinkan
Sampai ku tahu bahwa ku salah

Tapi kenapa?!
Kenapa kau diam saja!
Sekian lama kita terpisah
Dan pada akhirnya
Ah, akhir yang harus kuterima ini
Kenapa jalan ceritanya harus seperti ini?
Sekali lagi aku mengalami episode seperti ini
Kenapa mesti terulang kembali?
Tahukah kamu
Ini semua sangat menyesakkan!

Tapi setidaknya aku bisa belajar
Aku tahu, hari ini pasti menoreh luka
Bukan hanya untukku
Tapi juga lembar-lembar mimpi kita
Hancur, kita sama-sama terluka
Tapi inilah penghabisan
Yang tak mampu kutagih pada siapapun
Penghujung jalan ini
Harus terus kubangun kembali
Untuk menutup semua keresahan ini

Sahabatku...
Masihkah engkau percaya?
Tentang kisah kebesaran hati
Yang pernah kita genggam bersama
Bahwa hidup ini adalah arena pertarungan
Yang selalu menyisakan pilihan
Mati terlupakan atau dikenang karena kalah
Dan mana yang kau pilih?

Sahabatku...
Ini bukan ajang taruhan
Siapa mati lebih dulu, dia yang kalah
Bukan! Bukan seperti itu!
Skenario ini pasti kita jalani
Tak peduli aku ataupun kamu
Hari ini atau esok
Tak peduli kapanpun itu
Cerita ini pasti akan diakhiri
Semua ini pasti akan kita hadapi

Hingga kematian memisahkan kita
Maafkan aku sahabat...

Sebuah memoar hati untuk seorang kawan
Yang meninggalkan kenangan terdalam
Bagi mimpi-mimpi indah yang takkan pernah tercapai

In memoriam...
Andrean Putra Chandrawinata (1982-2008)

Fenomena Era Konsumtif

Faktor utama yang membuat masyarakat konsumen modern menjadi mungkin dan niscaya adalah keberhasilan dari Revolusi Industri, khususnya dalam meningkatkan produktivitas buruh. Revolusi Industri --dimulai dengan Inggris lebih dari 200 tahun silam-- yang menggabungkan inovasi teknologi dan manajemen sehingga memungkinkan buruh pada umumnya menghasilkan output (produk) yang lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya. Populasi kita juga menjadi dua kali lipat, beberapa kali dan menjadi lebih banyak lagi, namun pertumbuhan produktivitas --juga outputnya-- berlangsung jauh lebih cepat sehingga output per orang akan semakin lebih banyak beberapa kali lipat. Inilah yang secara mendasar merupakan penjelasan bagi meningkatnya standar kehidupan yang demikian menonjol pada bagian awal abad ini, hingga masa sekarang.


Sebelum abad ke-17, orang pada umumnya hanya memiliki satu pakaian, atau apabila ia cukup sejahtera, bisa memiliki dua atau lebih potongan pakaian selama masa dewasanya. Jumlah barang yang dimiliki oleh sebuah keluarga yang bukan golongan elit mungkin dapat dihitung dengan jari. Sedikit sekali. Dan kini gaya hidup semacam itu kita sebut sebagai kemiskinan.

Karena itu, dengan pertumbuhan produktivitas yang begitu cepat dan fantastis, melampaui pertumbuhan populasi itu sendiri, maka ekonomi kita lantas bergantung pada konsumsi massa(1). Logikanya sederhana! Karena kita menjadi semakin produktif maka akan semakin banyak pula barang yang dihasilkan. Apa yang dihasilkan harus dijual, ini adalah syarat mendasar. Karena kebutuhan dasar orang semakin terpenuhi, maka ada kemungkinan bahwa kita sedang mendekati titik jenuh. Lalu, apa yang akan terjadi pada sistem yang terus berputar untuk menghasilkan barang-barang yang semakin bertambah ini? Perhatian ini merupakan dasar bagi pengerahan lebih banyak bakat dan energi masyarakat kita untuk menemukan cara agar orang menginginkan barang-barang yang semula tidak mereka butuhkan.

Oleh karena itu, korporasi atau industri raksasa diciptakan untuk membujuk setiap orang agar yang mempunyai uang agar tetap menggunakannya untuk membeli semakin banyak dan semakin banyak. Bukan hanya barang-barang yang akan membuat hidup mereka lebih baik, tetapi juga barang X yang hanya menciptakan persoalan, serta barang Y untuk memecahkan persoalan yang diciptakan oleh barang X, dan ini terjadi berulang-ulang dalam berbagai hal. Inikah yang kita inginkan, kawan?

Imaji yang Ditawarkan kepada Manusia

Sebenarnya apa sih yang diinginkan oleh mayoritas setiap manusia? Yaitu rasa aman, kenyamanan, kehormatan dan hiburan. Manusia telah sangat berhasil dalam meraih tiga di antara empat hal tersebut.

Rasa aman; sebagian dari kita tidak harus mencemaskan dari mana makanan kita berasal. Toh, pada akhirnya kita semua akan mati, tetapi umumnya kita beralasan untuk selalu berharap dapat hidup lebih dari 70 atau bahkan 80 tahun.

Kenyamanan; di antara banyak kenyamanan istimewa yang telah kita raih, perrtumbuhan produktiftas telah memungkinkan masyarakat sekarang memiliki komoditas yang lebih baik yang pastinya akan membuat iri para raja maupun bangsawan di abad-abad silam. Sebagian besar hal itu merupakan hasil dari teknologi, yang sekaligus merepresentasikan fakta bahwa akses kita terhadap benda material maupun energi menjadi lebih kaya ketimbang aristokrat di zaman kuno.

Hiburan; kita juga telah menikmati hal ini sama baiknya dengan kenyamanan. Contohnya adalah akses kita sepanjang 24 jam sehari untuk membaca buku, mendengarkan atau bermain musik, menonton film ataupun bermacam-macam hiburan lainnya.

Lalu bagaimana dengan kehormatan? Hal-hal yang membuat kita merasa dihargai oleh orang lain, hal-hal yang menciptakan rasa seperti ini akan sangat bervariasi dari tiap individu maupun budaya, namun keinginan akan rasa hormat itu tampaknya bersifat universal. Dalam masyarakat kita, salah satu cara untuk mendapatkan kehormatan ialah melalui keberhasilan. Bagi banyak orang, penghargaan sangat terkait dengan apakah mereka mampu meraih keberhasilan dalam hal-hal yang diakui oleh kelompok mereka. Istilahnya mungkin bisa berbeda-beda, namun seluruh definisi keberhasilan ini sangat terkait dengan apa yang terjadi pada pertumbuhan setelah masa Revolusi Industri. Kita dibujuk oleh produsen bahwa harga diri kita menuntut agar kita bertindak lebih pintar daripada orang lain (yang bekerja sangat keras agar lebih maju dibanding kita), karena keberhasilan didefinisikan sebagai keberhasilan material !

Siapa yang mati dengan banyak mainan, dialah yang menang… “

Kita tidak bisa melepaskan diri dari alur atau siklus kehidupan ini, sebab uang untuk membiayai kehidupan yang aman, nyaman, menghibur serta berhasil tentu menuntut adanya kerja keras dari pekerjaan yang bisa menghasilkan; dan tidak akan ada pekerjaan jika orang-orang tidak selalu membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan yang diproduksi oleh para pekerja produktif ini. Dan hal inilah yang menjadi bagian dari penjelasan tentang mengapa masyarakat kita mendefinisikan kehormatan dengan istilah keberhasilan. Inilah imaji kebahagiaan yang sangat kuat yang bisa memikat manusia sedemikian rupa, karena definisi itu membuat kita ingin terus mengejar lebih banyak uang dan membelanjakan lebih banyak uang lagi sehingga akan terus membuat sistem yang menyebalkan ini tetap hidup dan bekerja. Inilah jantung budaya konsumerisme, imbas dari sistem dominasi kapitalisme.

Sebuah Harapan Menuju Transisi
Jadi, disinilah sekarang kita berada, di dalam situasi ketika masyarakat harus mengonsumsi lebih banyak sekalipun hal-hal yang dikonsumsi tersebut tidak akan menambahkan apapun pada kesejahteraan atau kebutuhan tertentu. Seandainya orang melawan tekanan untuk memasuki arena balap-tikus konsumerisme --mencari lebih banyak uang untuk mengonsumsi lebih banyak lagi—maka akan terbayanglah suatu kegagalan bisnis, karena para produsen tidak dapat menjual apabila konsumen tidak dapat membeli. Bayangkan seandainya kita semua bersepakat bahwa kita harus menjauh dari budaya konsumerisme yang begitu total dan mengakar karena alasan-alasan kemanusiaan, lingkungan, kultural atau mungkin spiritual, sangat jauh! Mustahil kita bisa membayangkannya secara menyeluruh, mungkin kita hanya dapat membayangkan retakan-retakan yang akan muncul disekitarnya. Tapi jelas retakan inilah kesempatan yang kita punya untuk lebih memperbesar lagi retakan yang nantinya akan meluluhlantakkan sistem (menyebalkan) ini.

Dan inilah yang harus kita sadari, ketika Anda memikirkan mengenai hal ini, tentunya Anda akan menyadari bahwa tidak ada yang lebih buruk daripada sistem kita saat ini. Dimana semuanya dilabeli oleh harga dan imaji-imaji kebahagiaan semu. Untuk mengubah nilai-nilai yang telah telanjur dipegang teguh oleh khalayak luas ini sangatlah sulit bukan?! Apalagi menuju transisi dunia yang berbasis nilai-nilai manusia daripada nilai-nilai yang didikte oleh harga. Ah, situasi yang sangat kompleks dengan banyak unsur yang saling dependen. Namun, tentunya kita masih memiliki cukup waktu untuk sedikit demi sedikit menyadarinya dan berjalan bersama menuju indahnya transisi tersebut.

So, let’s dance together dude,
believe that your desires are more essencial than your useless needs…

Rekam Jejak :
(1) Ketika berbicara mengenai ‘barang konsumsi massa’, istilah tersebut harus dipahami sebagai barang maupun jasa. Jadi barang konsumsi massa disini saya artikan sebagai barang yang mudah didapat, dan memang, diproduksi secara massal. Barang mewah, sebaliknya, diproduksi dalam jumlah sedikit dan terbatas sehingga memberi penampilan yang istimewa untuk sekelompok elit pembeli yang jumlahnya terbatas. Perlu juga dicatat bahwa barang konsumsi massa juga mencakup barang dan jasa yang diperlukan demi kelangsungan hidup manusia dan karena itu juga dapat dikatakan untuk melayani kebutuhan dasar manusia

10/09/2008

Instruksi Imaji

Ketika nyawa hanya dipertaruhkan diantara titik hidup dan mati
Dan dunia selalu berputar diantara kehampaan-kehampaan pergulatan
Maka kepastian dan ketidakpastian akan tetap menjadi pertanyaan
Dan tidak akan memberikan jawaban

Ketika kepuasan hanya didefinisikan pada komoditas dan kemewahan
Dan ketidakpuasan selalu menjadi milik mereka yang terpinggirkan
Kebahagiaan tidak akan pernah terasa secara nyata
Dan tetap tidak akan memberikan jawaban

Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk menjawab semua itu ?

Hanya satu yang mampu menjadi jawaban
Kreasikan hidupmu !

(Gresik, 28 Sept '08)

Total Resistensi

Ketika tindakan diam tidak akan menghasilkan apa-apa
Dan semua kreasi yang kita lakukan menjadi lenyap tak bersisa

Ketika imitasi telah menjadi budaya yang diberhalakan oleh semua orang
Dan semua area imajinasi kita hanya terbatas pada pena dan kertas

Sejak semua tindakan apatis diartikan sebagai dukungan
Dukungan penuh terhadap semua sistem yang dominan pada hari ini

Maka yang harus kita lakukan adalah
Menjadi sekuntum bunga yang akan tumbuh bersama
Diantara deretan tembok-tembok kekuasaan
Untuk sedikit demi sedikit menggerogotinya secara perlahan

Dan pada akhirnya
Akan merubuhkan kekuasaan itu sendiri !

(Gresik, 7 Okt '08)