1/31/2010

Swakelola Sebagai Alternatif Radikal


Bila agenda nasionalisasi tidak mencukupi untuk menghadirkan pembebasan bagi proletariat [1], adakah alternatif radikal yang dapat diambil? Tentu saja alternatif tersebut dimaksudkan untuk menghapuskan fitur-fitur, watak dan keseluruhan sifat menghisap dari sebuah sistem produksi dan konsumsi yang eksis ini. Secara singkat, agenda utamanya adalah menegasikan keseluruhan sistem kapitalisme, tanpa ragu-ragu dan setengah-setengah. Oleh karena kapitalisme eksis berdasarkan 'kerja-upahan' untuk memproduksi komoditi, dan hal tersebut hanya dimungkinkan lewat sebuah relasi sosial dan ekonomi yang hirarkis - seperti majikan-pekerja, maka untuk menegasikannya, sebuah relasi sosial sekaligus ekonomi harus diorganisir melampaui bentuk-bentuk awalnya. Dan sebuah alternatif radikal yang dimaksud dapat dijumpai dalam bentuk self-management atau swakelola.

Swakelola pekerja (workers self-management) adalah suatu model dalam mengoperasikan tempat kerja tanpa majikan atau manajemen hirarkis yang baku. Sebagai gantinya, tempat kerja tersebut dijalankan secara demokratis oleh pekerjanya. Dengan demokrasi, bukan berarti bahwa para pekerja memilih seorang manajer untuk membuat keputusan kepada mereka. Tetapi para pekerja memutuskan sendiri apa yang akan mereka lakukan sebagai sebuah kelompok. Tak seorang pun dalam badan usaha yang dikelola secara mandiri, memiliki kontrol terhadap pekerja lainnya kuasa dalam menentukan setiap keputusan ada di tangan setiap pekerja secara setara.

Swakelola yang dimaksud juga bukanlah sebagaimana 'kontrol pekerja' (worker's control) yang berada di bawah kapitalisme privat atau pun kapitalisme negara, yang hanya spekulasi mengenai hak kontrol pekerja dalam menentukan segi-segi tertentu dalam produksi, seperti memilih wakil pekerja untuk bernegosiasi dengan manajer dalam memutuskan urusan-urusan bagaimana sebaiknya agar produksi tetap berjalan. Juga tidak seperti yang dipraktekkan di Yugoslavia ala rezim Komunis yang menempatkan pekerja sebagai pemegang saham dalam perusahaan kapitalis yang menghasilkan berbagai komoditi untuk bersaing dengan komoditi lain dalam sebuah ekonomi pasar, dan berhak memilih sebuah komite direksi untuk mengelola perusahaan, tentu saja di bawah kontrol ketat Partai berkuasa dan birokrasi negara.

Swakelola adalah negasi atas sistem produksi kapitalis, dengan mengenyahkan seluruh relasi hirarkis dan sistem kerja-upahan. Dengan mengacu pada kesatuan sistem ekonomi, swakelola berarti pola manajemen langsung oleh produsen, mulai dari proses produksi, distribusi hingga komunikasi dengan komunitas atau masyarakatnya.

Swakelola bukan sebuah konsepsi abstrak yang utopis. Dalam sejarah, swakelola telah hadir berulang kalidi Russia pada 1905 dan 1917, di Spanyol pada 19361937, di Hungaria pada 1956 dan Aljazair pada 1960 serta Chili pada 1972 hingga di Argentina pada 2001. Bentuk organisasi yang paling sering dibangun sebagai praktik dari swakelola adalah Dewan Pekerja (Soviet).

Pekerja dalam sebuah pabrik, sistem transportasi, komunikasi, dsb, membentuk sebuah badan umum yang kemudian memilih komite-komite yang berisi delegasi-delegasi untuk menangani tugas-tugas khusus, termasuk pertahanan diri dan koordinasi dengan perusahaan lain yang juga telah dikuasai oleh para pekerjanya. Pengoperasian perusahaan lantas dimulai kembali di bawah manajemen pekerja dan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan yang didefinisikan oleh mereka - tentu saja, selama sebuah krisis revolusioner, sektor-sektor terpenting adalah produksi pangan, senjata, sumber daya listrik, keberlanjutan urusan medis, telekomunikasi dan layanan transportasi.

Setiap tempat kerja yang diswakelolakan berjalan berdasarkan pertemuan langsung (face to face) antar pekerja dalam sebuah dewan pekerja. Pekerja di setiap perusahaan mengambil keputusan kolektif berbasis demokrasi langsung, baik one-man-one-vote atau melalui konsensus. Ini mesti berlangsung di seluruh divisi atau unit kerja terkecil dari bawah, dan pada akhirnya mencakup keseluruhan tempat kerja.

Dalam mengkoordinasikan kerja-kerja harian di tingkatan basis atau unit kerja, dilakukan lewat pertemuan Dewan Pekerja di tiap divisi atau unit kerja, yang fungsinya membicarakan masalah kerja dan mengambil keputusan harian. Tiap divisi/unit kerja mengirimkan delegasi dengan mandat khusus ke sebuah 'komite kerja', untuk mengkoordinasikan aktifitas mereka dengan unit kerja lainnya. Yang harus diingat, delegasi bukanlah manajer profesional, tetapi pekerja biasa yang beraktifitas di tempat/unit dimana mereka didelegasikan dengan mandat dari pengutusnya. Setelah menjalankan tugasnya, delegasi akan kembali kepada dewan untuk melaporkan hasilnya, yang mungkin bisa dilanjutkan dengan mengambil keputusan baru. Setelah pertemuan dewan pekerja usai, delegasi pun kembali ke aktifitasnya seperti anggota lainnya.

Delegasi dapat di-recall atau diganti kapan saja bergantung pada pekerja. Dan sebuah 'komite kerja' yang dimaksud bukanlah manajemen sebagaimana bentuk perusahaan-perusahaan kapitalis, mereka tidak membuat sebuah keputusan agar pekerja mengerjakannya. Komite tersebut hanya berfungsi sebagai badan komunikasi antar unit-unit kerja. Komite bukan pula sebuah badan permanen, sejak pendelegasian di tiap unit kerja dapat dilakukan setiap pertemuan, sehingga setiap pekerja dapat menjalankan peran tersebut.

Swakelola menghapuskan pembagian kerja permanen antara manajer dan pekerja. Pada prinsipnya, mereka yang melakukan kerja produktiflah mulai dari membuat, merancang, merawat peralatan, mengumpulkan informasi, mengalokasikan peruntukan, dan seterusnya, yang memanajemeni kerja-kerja mereka sendiri. Swakelola bermakna pekerja mengelola pekerjaan mereka secara mandiri, oleh karenanya tidak diperlukan lagi manajer professional ataupun manajemen hirarkis.

Swakelola pada esensinya bertujuan dalam penghapusan kerja-upahan dan komoditi ekonomi, dan tentu saja alienasi atas pekerja -yang selalu berlekatan dengan kerja-upahan. Ini juga berarti pekerja mesti menghapuskan dirinya (sebagai pekerja-upahan/proletariat) saat mereka menghapuskan seluruh tatanan masyarakat berkelas. Dalam prakteknya, swakelola meniscayakan penegasian keberadaan negara dan kapital, dikarenakan kedua hal tersebut menjadi irasional dalam praksis manajemen langsung. Oleh karenanya pada prinsip yang berjalan, swakelola tidak mengizinkan semua kekuasaan yang terpisah atas mereka yang terlibat. Karena sebuah model manajemen langsung, swakelola diterapkan dengan sistem Demokrasi Langsung tanpa kecuali, dimana pendelegasian berlangsung secara ketat untuk menghindari sentralisasi kekuasaan dan manipulasi [2]. Dan pada akhirnya diperlukan sebuah badan koordinasi masyarakat secara luas, namun seluruh anggotanya tetap di bawah mandat dengan ketat, sehingga fungsi mereka terbatas pada komunikasi umum.

Merujuk di masa lampau, pencapaian-pencapaian tertinggi dewan-dewan tersebut telah membuat seluruh kekuasaan negara tidak lagi dibutuhkan -kesalahan utama mereka di masa lampau (dengan pengecualian khusus atas para pekerja dan petani Spanyol di Catalonia pada 19361937) terletak pada ketidaksadaran akan hal ini dan dengan demikian dapat dengan mudah dihancurkan oleh kekuatan bersenjata yang masih tersisa dari para penyembah kekuasaan negara.

Lalu bagaimana pembentukan kekuasaan negara baru dapat dihindari dengan cara ini? Pertama, tentu saja, dengan cara mengenyahkan seluruh “partai politik revolusioner” sekalian dengan kelompok-kelompok reaksioner. Kedua, dengan memastikan bahwa seluruh kekuasaan berada di tangan badan-badan umum para pekerja dan komuniti, dan hanya di tangan mereka sajabadan-badan umum tersebut sendiri adalah dewan-dewan dan bukan sekedar komite-komite delegasi yang mendapat amanat dari keseluruhan dewan.

Pada akhirnya mesti dipahami bahwa keberhasilan swakelola terletak pada kesadaran proletariat di tingkatan individu, akan sebuah hasrat yang mendalam bagi penciptaan sebuah hidup yang bebas, kreatif dan menyenangkan di bawah kontrol mereka sendiri. Di tingkat kolektif, isi berarti apa-apa yang harus diswakelolakan.

Swakelola juga tak bisa lagi hanya terbatas pada tembok-tembok pabrik. Pertama-tama, harus dibentuk juga dewan-dewan ketetanggaan dan masyarakat yang terdiri dari mereka yang selama ini tak mendapatkan upah atas kerja mereka (ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar dan anak-anak sekolah) yang pada gilirannya juga akan memilih delegasi dan bekerja dalam tim bersama dewan-dewan pabrik, komunikasi, transportasi dan lainnya.

Tentu saja semua itu baru awal dari perjalanan jangka panjang swakelola agar dapat berhasil diterapkan di tingkat global pasca kemenangan dewan-dewan federasi atas kekuasaan seluruh negara yang eksis, sehingga sesuatu yang baru bisa tercipta dengan lebih menggairahkan dan menakjubkanperubahan-perubahan yang bahkan kita sendiripun sekarang tak akan mampu membayangkannya.

Secara empirik, semua ini bukanlah sebuah ide abstrak atau rencana besar utopis yang harus diinjeksikan ke dalam pikiran “massa”. Nyaris semua yang dijabarkan di atas pernah dilakukan dan terutama formasi dewan-dewan, federasi yang dimandatkan dengan ketat, delegasi-delegasi yang dapat dengan mudah dicopot dan diganti, dan upaya-upaya mentransformasikan lingkungan sosial bukan hanya satu kali, melainkan berkali-kali. Swakelola memperlihatkan penampakan awalnya yang kecil tetapi jelas di ruang-ruang kerja oleh para pekerja di ribuan pabrik di mana-mana, dalam bentuk pendudukan pabrik dan pemogokan. Mengutip kata-kata Marx, swakelola adalah gerakan nyata yang akan menghapuskan segala bentuk tatanan yang eksis saat ini.


Catatan:

[1] Proletariat yang dimaksud disini tidak terbatas pada buruh pabrik dan pekerja industrial saja. Saat 'pabrik' dalam kapitalisme lanjut adalah keseluruhan masyarakat dalam konsepsi 'pabrik sosial', yakni dimana keseluruhan masyarakat diorganisir dalam relasi majikan-pekerja, baik yang diupah maupun tidak diupah, produktif maupun non-produktif, serta kerja yang dimaksud mencakup hingga aktifitas domestik dan non-komersil, maka definisi proletariat juga mesti diperluas. Ini juga mencakup petani, mahasiswa, ibu rumah tangga, pengangguran, hingga masyarakat adat.

[2] Demokrasi Langsung sebagai oposisi terhadap Demokrasi Perwakilan/representatif.

No comments: