4/29/2008

Setan Globalisa(shit)

Produk termutakhir abad ini
Hasil rekayasa jenius otak manusia
Dibalik topeng manis para kapitalis
Dan negara-negara adidaya
Mencoba menyebarkan tipu daya
Kepada negara-negara dunia ketiga

IMF, Bank Dunia, WTO
Dan segala antek-anteknya
Berlagak menjadi seorang malaikat
Yang siap turun tangan kapan saja
Membantu negara yang teraniaya

Sistem perdagangan bebas
Investasi modal tanpa batas
Nyatanya hanyalah akal busuk para penguasa
Sebuah kolonialisme model baru
Khusus dirancang untuk negara kelas bawah

Hati-hatilah kawan...
Penguasa dunia, pengendali masa kini
Si pemangsa segala-galanya
Yang menghantui mimpi tidur kita
Sang setan globalisasi...!


Penyalahgunaan kekuasaan oleh negara kelas satu ini sudah semakin jelas dan semakin mengukuhkan bahwa sebenarnya...
GLOBALISASI = NEO-KOLONIALISME = NEO-IMPERIALISME

Sebuah bentuk penjajahan model baru kepada dunia-dunia ketiga. Bank Dunia, IMF, WTO, OECD, WEF, OPEC dan segala macam perjanjian 'pasar bebas' hanyalah akal-akalan negara adidaya. Lihat saja Amerika yang mempunyai hak veto terhadap IMF, Bank Dunia & WTO, berlagak menolong negara miskin tapi nyatanya hanya menguras sumberdaya dan menyalahgunakan hak mereka.

Badan-badan eksekutif itu telah mengambil alih peran melebihi negara, merebut banyak kekuasaannya dan menerapkan tameng ideologis yang sama, sesuatu yang sangat kentara ketika kita mendengar pembelaan mereka atas globalisasi. Menurut mereka, membolehkan segelintir kecil orang meningkatkan kekayaannya bisa menghasilkan efek kucuran kebawah yang pada akhirnya akan menguntungkan semua orang akibat pesatnya pertumbuhan ekonomi. Tapi nyatanya?

Dan sistem 'pasar bebas' yang begitu diagung-agungkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi itu nyatanya hanya akan memperkuat sektor-sektor industri negara penguasa. Banyak sekali contoh dampak globalisasi yang tidak menguntungkan bagi negara dunia ketiga (khususnya di Indonesia) :
- NIKE ; untuk mempromosikan produknya saja Nike membayar Tiger Woods berkali-kali lipat lebih besar daripada gaji seluruh buruh pabrik Nike di Indonesia
- GAP ; perusahaan garmen ini memiliki pabrik di Indonesia dengan kondisi pabrik yang mengenaskan, ribuan buruh terpaksa bekerja dalam pabrik yang penuh sesak tanpa ada ruang ventilasi ditambah dengan jam kerja yang 'tidak masuk akal'
- NEWMONT MINAHASA ; mencemari warga sipil dengan zat merkuri hasil pembuangan limbah pabrik mereka sehingga menimbulkan penyakit berbahaya yang menyerang warga sekitar pabrik
- EXXON MOBIL ; apa kalian pernah mendengar Randublatung, sebuah desa di kota Blora, Jawa Tengah? Disanalah Exxon Mobil (pemegang hak Blok Cepu) mengebor minyak bumi tanpa mempedulikan kondisi masyarakat dan lingkungan sekitar yang terkena dampak negatif akibat pengeboran mereka
- FREEPORT ; di negara kita perusahaan ini sudah tidak asing lagi namanya, mengeruk sumber daya negara kita dengan seenaknya sendiri tapi hanya sedikit imbalan yang diberikan mereka kepada kita & rakyat Papua

Sangatlah picik jika kita tidak mau mengakui kemajuan yang semakin pesat dan terelakkan dalam globalisasi sains-teknologi, terutama di bidang transportasi dan komunikasi yang menjadi fondasi kemajuan ekonomi global. Tapi sama piciknya juga bila kita lupa melihat bagaimana globalisasi telah dikemas rapi dan disajikan dengan begitu culas. Yang sedang kita jelang adalah sebuah dunia tempat Starbucks, McDonald's dan korporasi lainnya memang tersedia dimana saja, tapi bukan sebuah dunia dimana setiap orang akan berkecukupan untuk bisa makan enak direstoran.

Globalisasi sebagai fenomena kehidupan saat ini berusaha dipadukan dengan fundamentalisme perekonomian neoliberal. Dengan seenaknya kaum bekuasa berusaha mengaburkan perbedaan antara proses transformasi teknologi dengan sebuah ideologi yang dicurahkan untuk mengejar laba pribadi dan mendistribusi kekayaan secara tidak setara. Sehingga semakin banyak sumberdaya milik bersama yang dikapitalisir oleh segelintir pemodal untuk sekedar mengeruk profit tanpa berpikir mengenai dampak yang akan timbul kedepannya. Dan sepanjang waktu ini, jurang antara yang yang kaya dan miskin bukan cuma semakin diperlebar, tapi malah menghebat melebihi yang sudah-sudah.

Namun yang menyedihkan, banyak dari kita (mungkin hampir semua) yang mengamini dan menganggap bahwa semua itu adalah fakta alami yang tak mungkin untuk dihindari. Fakta dimana bahwa kita ini tak lebih dari tenaga kerja yang selalu jatuh kedalam hukum pasar, bahwa apapun bisa diungkapkan berdasarkan nilai nominalnya, bahwa kualitas hidup itu diukur dengan kepemilikan komoditas dan bahwa kebahagiaan itu ada di wilayah privat, bukan publik. Semua itu bukanlah hasil dari takdir manusia atau metafisika ilmiah, tetapi oleh proses terbentuknya sejarah.

Peluang untuk mengubah 'fakta-fakta' itu memang selalu ada dan terbuka, meski tidak ada jaminan bahwa mengubahnya akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Kita tidak harus untuk serta merta begitu saja mempercayai tentang kesempurnaan hidup manusia. Tapi kita hanya perlu lebih apresiatif pada aksi gotong royong dan solidaritas sebagai prinsip dasar untuk memperbaiki hidup.

No comments: